JAKARTA, KOMPAS--Dalam tujuh bulan mendatang, Direktorat Jenderal Pajak harus menghimpun pajak sekitar Rp 944 triliun untuk mencapai target 100 persen. Dari total pendapatan negara yang direncanakan untuk membiayai penyelenggaraan negara tahun ini, pajak ditargetkan menyumbang 75 persen.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menyatakan, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Mei sekitar 34 persen atau lebih kurang Rp 480 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan itu tumbuh 15 persen.
”Kami akan berusaha mencapai target semaksimal mungkin tanpa mengganggu iklim dunia usaha,” kata Robert di Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, menambahkan, peningkatan penerimaan pajak tahun ini setidaknya bisa diharapkan dari kepatuhan wajib pajak yang meningkat. Selain itu, sejumlah lapangan usaha tumbuh positif.
”Dengan demikian, kami percaya DJP bisa meningkatkan penerimaan pajak tanpa mengganggu kegiatan dunia usaha,” kata Yoga.
APBN 2018 merencanakan pendapatan negara Rp 1.894,72 triliun. Pajak ditargetkan menyumbang Rp 1.424 triliun atau 75 persen terhadap target pendapatan negara.
Jika penerimaan pajak sampai dengan akhir Mei lebih kurang Rp 480 triliun atau 34 persen dari target, maka DJP masih harus menghimpun pajak Rp 944 triliun dalam tujuh bulan untuk mencapai target 100 persen.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir tahun ini 95 persen dari target atau lebih kurang Rp 1.352,8 triliun. Perkiraan ini dengan asumsi penerimaan selama tujuh bulan mendatang stabil sesuai tren realisasi sampai dengan akhir Mei.
Jika realisasi mendekati perkiraan ini, maka penerimaan pajak sampai dengan akhir 2018 akan kurang Rp 71,2 triliun dari target. Dengan asumi realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lebih kurang sesuai target, yakni Rp 275,43 triliun dan penyerapan belanja negara lebih kurang sama dengan rata-rata 2014-2017 yang sebesar 92 persen, maka realisasi defisit APBN 2018 akan mendekati target sebesar Rp 325,94 triliun atau 2,19 persen terhadap produk domestik bruto.
Prastowo menyatakan, tekanan target masih cukup besar. Dalam situasi ini, pemeriksaan pajak dapat menjadi instrumen yang dapat diandalkan. Undang-undang memberi kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menguji kepatuhan melalui pemeriksaan.
”Dengan berlimpahnya data dan informasi dan amnesti pajak yang telah diberikan, seharusnya tidak ada alasan untuk tidak melakukan pemeriksaan. Seharusnya pula tidak ada alasan untuk takut menghadapi pemeriksaan pajak,” kata Prastowo.
Terkendali
Dalam kesempatan terpisah, Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi sepanjang Juni 2018 akan terjaga di level rendah. Hal ini akibat daya beli masyarakat yang terjaga serta gejolak harga bahan pokok yang terkendali.
Berdasarkan survei pemantauan harga yang dilakukan BI hingga pekan pertama Juni 2018, inflasi sepanjang bulan diprediksi 0,22 persen. Maka, inflasi Januari-Juni 2018 diprediksi berkisar 1,53 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, inflasi terjaga akibat penurunan harga sejumlah bahan pokok, seperti bawang putih, minyak goreng, cabai rawit, dan cabai merah. Perry juga meyakini, tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 pegawai negeri sipil (PNS) dapat menjadi stimulus dalam meningkatkan daya beli. Bahkan, bisa memicu pertumbuhan ekonomi triwulan II-2018.
“Koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah dianggap mampu menjaga stabilitas harga pada sejumlah komoditas. Apresiasi layak diberikan untuk pemerintah pusat maupun daerah, juga untuk TPI (tim pengendali inflasi) di pusat dan daerah,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Deputi Gubernur BI, Sugeng, mengatakan, jika inflasi stabil, maka BI memiliki kesempatan untuk membuat atau mengembangkan kebijakan moneter demi menjaga stabilitas keuangan dalam negeri.