Pencurian Ikan di Perairan Indonesia Diduga Masih Terjadi
Oleh
MOHAMMAD BAKIR dari BERGEN, NORWEGIA
·2 menit baca
BERGEN, KOMPAS--Dua kapal diduga kuat berlayar dan berhenti atau memelankan lajunya saat melalui alur laut kepulauan Indonesia 2 Selat Makassar. Setelah melaju pelan, kedua kapal itu keluar dari wilayah perairan Indonesia.
“Pelacakan itu menunjukkan bahwa kedua kapal itu melakukan pencurian ikan karena berhenti di wilayah kita dan sehari kemudian baru bergerak lagi,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Bergen, Norwegia, Jumat (8/6/2018).
Dugaan pencurian ikan oleh dua kapal tersebut terjadi pada 2 Juni.
Didampingi Direktur Manajemen Sumber Daya Direktorat Perikanan Norwegia, Aksel Reidar Eikemo, Susi menyaksikan teknologi pemantauan kapal (VSM) milik Norwegia. Dari pemantauan itu diketahui dua kapal bernama Shofuku Mari dan Fukuseki Naru di perbatasan wilayah perairan Indonesia.
Kapal Shofuku bergerak dari selatan, berhenti di Selat Makassar, lalu kembali lagi. Sementara, Fukuseki Maru bergerak dari utara dan berhenti di Selat Makassar, lalu kembali lagi ke utara.
“Saya tidak berani menuduh, tetapi kami menduga mereka mencuri ikan kita. Kenapa berhenti di Selat Makassar lalu balik lagi,” kata Susi disambut senyuman Eikemo.
Eikemo seolah paham mengenai masalah yang dihadapi Indonesia. “Kami siap membantu, tetapi tentu tidak bisa dilakukan di sini,” ujar Eikemo.
Bantuan
Ketika bertemu dengan Institute Marine Research (IMR) Norwegia, Susi Pudjiastuti meminta bantuan lembaga tersebut untuk melakukan riset di Samudera India dan Pasifik. Riset dilakukan dalam rangka mengetahui potensi perikanan dan pengelolaannya.
“Kami ingin tahu, apa yang terjadi dengan lautan kita, paling tidak dalam 10 tahun terakhir,” kata Susi saat bertemu CEO IMR Sissel Rogne, di Bergen, Norwegia, kemarin.
Keinginan Susi tersebut menanggapi pernyataan Rogne bahwa dunia tidak punya banyak waktu untuk memperbaiki lingkungan laut.
“Norwegia pernah mengalami penurunan sangat tajam dalam industri penangkapan ikan, yang puncaknya terjadi pada tahun 1980-an,” ujar Rogne.
Direktur Pusat Pengembangan Kerja Sama Perikanan (CDCF) IMR, Asmund Bjordal, menambahkan, institusinya pernah melakukan penelitian di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera. “Penelitian itu dilakukan kira-kira 10 tahun lalu,” katanya.
Bjordal menambahkan, setelah ada perbaikan pada sisi kebijakan -yang dibarengi riset memadai-, hasil tangkapan nelayan terus meningkat. “Bauran kebijakan itu menunjukkan hasil tangkapan meningkat dan produktivitas nelayan juga meningkat. Kalau dulu setiap orang menghasilkan 5 kilogram per orang per hari menjadi sekitar 2 ton per hari,” kata Bjordal.
Susi mengajak IMR untuk kembali melakukan riset di Indonesia. Akan tetapi, kata Bjordal, kapal riset miliknya tidak memiliki program ke Indonesia pada tahun ini,
“Anda harus hadir pada pertemuan Bali (Our Ocean Conference). Anda bisa membuat eksebisi tentang hasil riset selama ratusan tahun tentang perikanan,” kata Susi.