Hilirisasi Masih Relevan di Tengah Tingginya Harga
JAKARTA, KOMPAS — Harga batubara terus meningkat, bahkan diperkirakan masih berlanjut hingga dua tahun mendatang. Di tengah harga yang tinggi ini, hilirisasi batubara masih relevan untuk terus dikembangkan.
Untuk Juni 2018, harga batubara acuan naik 7,08 dollar AS per ton menjadi 96,61 dollar AS per ton.
Harga batubara meningkat karena sejumlah faktor, di antaranya pertumbuhan permintaan di sejumlah negara di Asia, terutama China dan India.
Pertumbuhan permintaan ini sejalan dengan beroperasinya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di negara-negara Asia yang baru saja dibangun. Kondisi ini juga didukung komitmen perusahaan batubara di Indonesia untuk memasok kebutuhan batubara bagi PLTU milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
”Sebenarnya ini bukan kejutan lagi bahwa harga batubara masih tinggi. Seandainya tidak ada kejadian anomali, harga batubara masih akan bertahan tinggi pada tahun ini, bahkan beberapa tahun ke depan,” kata Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif saat dihubungi, Minggu (10/6/2018), di Jakarta.
Kendati harga relatif tinggi, lanjut Irwandy, hilirisasi batubara tetap relevan untuk terus dikembangkan di Indonesia. Hilirisasi batubara dalam bentuk gasifikasi maupun likuifikasi batubara dinyatakan berhasil meskipun masih dalam tahap proyek percontohan.
”Pertanyaannya, apakah keberhasilan itu masih tahap proyek percontohan atau memang sudah terbukti ekonomis untuk dikembangkan? Di Indonesia sudah pernah dikembangkan, tetapi masih dalam tahap proyek percontohan. Jadi, relevansi hilirisasi batubara di Indonesia masih tetap perlu sepanjang sampai pada tahapan terbukti secara ekonomis,” tambah Irwandy.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, pekan lalu, mengatakan, dengan sumber daya batubara yang cukup besar, program mengubah batubara menjadi energi bersih harus terus dikembangkan. Akan tetapi, perusahaan batubara di dalam negeri dianggap belum terlalu agresif untuk mengembangkan hilirisasi batubara.
”Badan Litbang ESDM sudah mengembangkan gasifikasi batubara, yaitu mengubah batubara menjadi gas melalui proses gasifikasi. Sudah diaplikasikan pada usaha kecil dan menengah dan terbukti mampu menghemat biaya bahan bakar 40-50 persen daripada menggunakan solar atau elpiji,” kata Jonan.
Bahkan, demi mempercepat hilirisasi batubara di dalam negeri, Jonan siap mempermudah perizinan di sektor tersebut. Ia siap menandatangani pengembangan hilirisasi batubara di Indonesia kapan pun diinginkan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan tambang tidak hanya menggali dan menjual batubara, tetapi juga meningkatkan nilai tambahnya di dalam negeri.
Saat ini, PT Bukit Asam (Persero) Tbk masih menjajaki pengembangan batubara menjadi gas. Perusahaan ini telah menandatangani nota kerja sama dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), serta dengan PT Chandra Asri Petrochemical.
Dalam kesepakatan itu, para pihak akan mendirikan pabrik pengolahan batubara menjadi petrokimia di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Perusahaan ini telah menandatangani nota kerja sama dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), serta dengan PT Chandra Asri Petrochemical. Dalam kesepakatan itu, para pihak akan mendirikan pabrik pengolahan batubara menjadi petrokimia di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Kinerja membaik
Berdasarkan hasil penelitian PwC Indonesia, kinerja perusahaan tambang di Indonesia menunjukkan hasil gemilang seiring dengan naiknya harga komoditas. Kapitalisasi pasar saham pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2017 mencapai Rp 310 triliun. Capaian itu meningkat 17 persen dibanding 2016, yang ditopang kenaikan saham batubara sebesar 27 persen.
”Tren itu berlanjut sampai 2018 di mana kapitalisasi pasar perusahaan tambang batubara dan mineral turut naik masing-masing 9 persen dan 18 persen per 30 April 2018,” ujar Sacha Winzenried, Lead Advisor PwC Indonesia untuk bidang energi dan pertambangan, dalam keterangan resmi.
Secara global, kinerja perusahaan tambang turut membaik. Masih berdasarkan penelitian PwC, sebanyak 40 perusahaan tambang besar di dunia menunjukkan kinerja mengesankan sepanjang 2017. Hal itu ditunjukkan dengan naiknya pendapatan sebesar 23 persen menjadi 600 juta dollar AS, serta laba bersih yang turut meningkat 126 persen menjadi 61 juta dollar AS dan diproyeksikan naik menjadi 76 juta dollar AS tahun ini.