JAKARTA, KOMPAS--Ekspor rajungan Indonesia berpotensi terus dikembangkan. Saat ini, rajungan Indonesia menguasai 30-50 persen pasar dunia.
Pada Januari-Maret 2018, nilai ekspor rajungan Indonesia mencapai 110,5 juta dollar AS. Nilai ini tumbuh 22,6 persen dibandingkan dengan triwulan I-2017. Pasar ekspor dunia menghendaki produk rajungan yang berkelanjutan.
Indonesia Sustainability Manager Blue Star Foods, Arie Prabawa, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/6/2018), mengemukakan, nilai ekspor rajungan asal Indonesia meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun lalu. Sebab, ekspor dari beberapa negara pengekspor rajungan lain, seperti Thailand, Filipina, Vietnam dan India, turun.
Arie menambahkan, sekitar 85 persen dari ekspor rajungan Indonesia dipasok ke Amerika Serikat. Blue Star Foods, perusahaan asal AS, merupakan salah satu importir rajungan dalam jumlah besar asal Indonesia.
Permintaan pasar AS terhadap rajungan meningkat sekitar 5 persen per tahun. Akan tetapi, harganya bergerak mengikuti suplai dan permintaan.
Selama ini, suplai rajungan sangat bergantung pada hasil tangkapan nelayan. Sebagian besar nelayan rajungan merupakan nelayan kecil dengan kapal berukuran di bawah 10 gros ton.
Kendati permintaan pasar meningkat, namun pasokan tak serta-merta bisa mengikuti. Sementara, pasar dunia semakin menghendaki produk rajungan yang berkelanjutan.
"Produk rajungan yang berkelanjutan memang menjadi tuntutan pasar Amerika Serikat. Kendalanya, tidak semua nelayan rajungan memahami prinsip penangkapan berkelanjutan dan lebih menekankan pada biaya produksi," kata Arie.
Di sisi lain, masih banyak nelayan rajungan kesulitan mengakses pembiayaan perbankan secara langsung. Kapal nelayan rajungan masih sulit diterima sebagai agunan pinjaman oleh perbankan. Komponen biaya penangkapan rajungan didominasi logistik, yang mencakup bahan bakar, perbekalan, umpan dan perbaikan alat tangkap.
Arie menambahkan, sudah saatnya pemerintah menggulirkan program bagi nelayan rajungan untuk menuju penangkapan yang ramah lingkungan, rantai dingin yang memadai, serta pembiayaan untuk nelayan.
Harga rajungan yang diekspor rata-rata Rp 400.000 per kilogram (kg). Ini merupakan potensi pasar yang perlu digarap.
Digarap
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia Kuncoro Catur Nugroho mengemukakan, hasil tangkapan rajungan Indonesia masih sangat dipengaruhi kondisi cuaca dan siklus. Saat ini, produksi rajungan cenderung menurun dan diperkirakan baru kembali meningkat pada bulan Agustus-September.
Selain Amerika Serikat, pasar yang juga digarap Indonesia adalah Eropa dan China.
“Tidak ada target untuk volume ekspor rajungan. Nantinya, penangkapan rajungan didorong untuk mengedepankan prinsip kelestarian,” kata Kuncoro.
Saat ini, Indonesia merupakan produsen rajungan terbesar dunia, disusul China dan Filipina.
Industri rajungan tergolong padat karya, antara lain melibatkan nelayan dan pekerja pengupas rajungan.
Terkait pembiayaan, pemerintah menggulirkan pembiayaan mikro nelayan melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan-Badan Layanan Umum (LPMUKP-BLU) sejak 2017. Tujuannya, meningkatkan modal dan akses pembiayaan bagi pelaku usaha. Target pinjaman usaha perikanan tahun ini Rp 975 miliar.