Pastikan yang Asli
Doni (32) dengan cermat menghitung lembaran uang Rp 5.000. Mulutnya komat-kamit menyebutkan lembaran uang yang sedang ia hitung. Ia hendak menukarkan uang Rp 100.00 menjadi 20 lembar pecahan Rp 5.000.
Namun, ada selembar pecahan Rp 5.000 yang dirabanya berkali-kali. ”Ini asli. Kertasnya kasar karena banyak timbulnya,” ujar Doni yang dijumpai di tepi jalan raya di kawasan Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (13/6/2018).
Setelah yakin, Doni menyerahkan selembar Rp 100.000 kepada Juniarti, pemilik pecahan Rp 5.000 itu. ”Maaf, Bu, tidak bermaksud meragukan keaslian uang Ibu, tetapi biar saya tidak kena masalah di kemudian hari,” ujarnya.
Juniarti, sambil tersenyum, membalas kalimat itu dengan santai. ”Saya juga tidak mau masuk penjara,” ucapnya. Maksud Juniati, masuk penjara karena mengedarkan uang palsu.
Meraba lembaran uang rupiah adalah salah satu cara untuk mengetahui keaslian uang kertas. Dengan diraba, gambar atau tulisan timbul di permukaan lembaran uang kertas bisa dirasakan. Uang aslinya biasa kasar karena banyaknya elemen timbul tersebut.
Setiap tahun, menjelang Lebaran, penukaran uang pecahan kecil di tepi jalan nyaris selalu ramai. Di sepanjang jalan raya Simprug hingga mendekati Mal Pondok Indah, pemilik uang pecahan kecil berjajar menawarkan jasa penukaran uang. Mereka menyediakan pecahan Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, dan Rp 20.000.
Selalu saja ada yang menukarkan uang kepada penyedia jasa ini. Padahal, setiap tahun, Bank Indonesia—bekerja sama dengan dengan sejumlah bank di Indonesia—menyediakan layanan penukaran uang yang dipusatkan di Lapangan Monas, Jakarta. Bahkan, mobil keliling BI juga menyambangi sejumlah tempat untuk mendatangi masyarakat yang memerlukan uang pecahan kecil.
Di tepi jalan, penyedia jasa penukaran uang mengutip komisi dari pengguna jasa mereka. Umumnya, komisi yang dikutip Rp 10.000 per penukaran Rp 100.000. Rata-rata, setiap penyedia jasa bisa bertransaksi Rp 3 juta-Rp 5 juta per hari.
Upaya Doni tadi adalah salah satu cara untuk memastikan uang yang diterimanya benar-benar asli. Juniarti tentu saja menggunakan metode yang sama, untuk memastikan uang pecahan besar yang diterimanya asli. Hingga kini, Juniarti belum pernah menerima uang palsu dari pelanggannya.
Her Tambunan (52), penyedia jasa penukaran uang pecahan kecil, menuturkan, tahun ini dirinya tak mendengar ada temannya yang bernasib sial karena menerima uang palsu. ”Empat tahun lalu, teman saya ada yang menerima uang palsu hingga Rp 2 juta,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi menyampaikan, masyarakat diharapkan menjadi pencinta rupiah sehingga bersedia menjadi agen uang rupiah asli. Metode 3D masih tetap menjadi senjata utama untuk memastikan keaslian uang, yakni dilihat, diraba, diterawang.
Adapun untuk menunjukkan kecintaan terhadap rupiah, bisa dilakukan dengan 5 Jangan, yaitu Jangan dicoret, Jangan dilipat, Jangan distapler, Jangan diremas, dan Jangan dibasahi.
Tips
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyosialisasikan tiga metode ampuh membedakan uang asli dan palsu. Ketiga metode tersebut dikenal dengan istilah 3D, yakni dilihat, diraba, dan diterawang.
Dilihat artinya uang asli dicirikan berwarna cerah dan memiliki benang pengaman (dicetak vertikal) yang berubah-ubah warnanya, tergantung dari sudut pandang. Pada uang palsu, hal-hal seperti itu sulit dilihat.
Diraba maksudnya untuk mengecek ciri-ciri khusus uang asli, antara lain kertas terasa lebih tebal dan tidak mudah berkerut, kertas kasar karena banyak tulisan atau gambar timbul, termasuk lambang negara Pancasila. Pada uang palsu, kertas terasa lebih tepis dan mudah berkerut seperti koran. Tekstur kasar biasanya bukan dari kertas, tetapi karena tinta yang digunakan.
Diterawang, untuk melihat gambar sosok pahlawan pada tanda air lembaran uang. Gambar tersebut satu dan tidak berlawanan saat dilihat pada sisi berbeda serta bertekstur. Pada uang palsu, tanda air gambar pahlawan berlawanan serta tidak bertekstur.
Uang kertas rupiah dilihat, diraba, dan diterawang untuk memastikan keasliannya.