BANYUWANGI, KOMPAS--Pencabutan larangan terbang bagi maskapai Indonesia ke wilayah Uni Eropa diyakini berdampak positif bagi dunia pariwisata RI. Pemerintah RI meyakini, wisatawan Uni Eropa ke Indonesia akan naik 200.000 kunjungan per tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), wisatawan Eropa yang berkunjung ke Indonesia pada Januari-April 2018 sebanyak 578.600 orang. Dari jumlah itu, 531.800 orang di antaranya menggunakan transportasi udara.
“Secara umum, pencabutan larangan terbang tersebut positif bagi bisnis penerbangan dan wisata Indonesia. Dengan pencabutan larangan itu, akan lebih banyak maskapai dalam negeri yang bisa ke Eropa dan pulangnya membawa wisatawan dari Eropa,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya, saat mengikuti upacara tradisi Barong Ider Bumi di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (16/6/2018).
Saat ini, tambah Arief, ada dua penerbangan dari Eropa ke Indonesia, yakni dari London (Inggris) dan Amsterdam (Belanda). Wisatawan Eropa yang berkunjung ke Indonesia sebagian besar dari Inggris, dengan destinasi favorit Bali.
Arief meyakini, jika ada penerbangan London-Bali, maka jumlah wisatawan dari Inggris ke Bali akan bertambah.
Uni Eropa menghapuskan Indonesia dari daftar negara yang dianggap keselamatan penerbangan sipilnya rendah. Indonesia kini mendapat nilai 80,34 persen dari Organisasi Penerbangan Sipil Dunia (ICAO) dan masuk kategori I oleh Federal Aviation Adminsitration.
Menanggapi hal itu, anggota Ombudsman RI Alvin Lie menyebutkan, tahap berikutnya, RI harus bisa masuk ke dalam dewan ICAO. "Ini sudah diperjuangkan sejak lama," kata Alvin Lie di Jakarta, Minggu (17/6).
Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Kemenhub akan konsisten pada dua hal, yakni menjaga tingkat layanan operasional di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten dan Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, serta meningkatkan keselamatan penerbangan di Papua.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memaparkan, penghapusan Indonesia dari larangan terbang di Uni Eropa merupakan hasil kerja keras dan kolaborasi 11 tahun. "Tahun 2007, seluruh penerbangan Indonesia dilarang ke Eropa. Pada 2009, larangan terhadap Garuda Indonesia, Mandala Air, Airfast, dan Premiair dicabut. Lalu pada 2010 juga dicabut untuk Indonesia AirAsia dan Batavia Air.
Penghapusan Indonesia dari larangan terbang di Uni Eropa merupakan hasil kerja keras dan kolaborasi 11 tahun.
Larangan untuk penerbangan kargo dihapus pada 2011, serta terakhir, larangan untuk Batik Air, Citilink, dan Lion Air juga dicabut pada 2016. Sekarang, seluruh operator yang jumlahnya 55 sudah diizinkan semua," kata Retno.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Group Pahala N Mansury mengatakan, dengan penghapusan larangan itu, maka Garuda masuk dalam jajaran maskapai bintang 7 atau yang tertinggi dalam kategori kelas maskapai dunia.
Balon udara
Di tengah kabar baik bagi industri penerbangan Indonesia, muncul keluhan dari sejumlah pilot -termasuk pilot penerbangan internasional- mengenai gangguan balon udara liar. Balon udara itu ada di jalur penerbangan Pulau Jawa.
Direktur Utama Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau Airnav Indonesia Novie Riyanto di Jakarta, Minggu (17/6), mengatakan, dalam dua hari terakhir, 86 pilot mengeluhkan keberadaan balon udara itu.
Balon-balon udara yang bisa setinggi 15 meter itu berada di ketinggian sekitar 10.000 meter di atas permukaan laut. Padahal, lintasan udara pesawat di ketinggian 8.230-11.280 meter. Akibatnya, lalu-lintas udara padat karena sejumlah jalur diblok. Jika tidak diblok, balon dapat menutupi kaca kokpit atau masuk ke mesin pesawat sehingga mengancam keselamatan penerbangan.