JAKARTA, KOMPAS--Perang dagang antara China dan Amerika Serikat merupakan hal yang kontraproduktif bagi peningkatan kesejahteraan global, termasuk bagi Indonesia. Indonesia perlu melakukan diplomasi ekonomi untuk membantu meredakan ketegangan yang dapat memengaruhi ekonomi nasional tersebut.
"Pada tahun 2017 porsi ekspor nonmigas Indonesia ke China dan AS masing-masing 13,9 persen dan 11,2 persen, artinya 25 persen ekspor Indonesia tertuju ke kedua negara tersebut," kata peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Maxensius Tri Sambodo di Jakarta, ketika dimintai tanggapan terkait perang dagang AS dan China, Selasa (19/6/2018).
Maxensius menuturkan, impor dari China dan AS relatif tinggi, yakni masing-masing 26,79 persen dan 5,8 persen. Posisi ekspor-impor yang seperti ini mengindikasikan ketergantungan Indonesia terhadap kedua negara tersebut cukup tinggi.
Meskipun sejak beberapa waktu terakhir China mulai mengandalkan permintaan domestik, namun pertumbuhan ekonomi China dapat terganggu jika AS bersikap lebih tertutup terhadap negara tersebut. Perlambatan pertumbuhan China akibat persoalan perdagangan dengan AS akan berdampak pada pertumbuhan Indonesia, khususnya kemungkinan perlambatan ekspor, baik ke China maupun ke AS.
Menurut Maxensius, jalur lainnya adalah melalui efek pergerakan harga komoditas. Apalagi perekonomian Indonesia cukup sensitif terhadap pergerakan harga komoditas.
"Jika imbas perang dagang berdampak pada pelemahan harga komoditas, maka ekonomi Indonesia juga akan terdampak," ujarnya.
Peluang bagi Indonesia terkait perang dagang AS-China dinilai sangat terbatas. Salah satu kemungkinannya, Indonesia bisa menjadi negara antara bagi ekspor China ke AS. Hal ini bisa menjadi peluang sekaligus ancaman bagi industri domestik.
Menurut Maxensius, kondisi tersebut akan menjadi peluang apabila produk dari China bersifat komplementer dengan produk industri dalam negeri. "Namun, menjadi ancaman jika produk itu bersifat substitusi terhadap produk yang dihasilkan industri di Indonesia," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah harus mampu menjaga industri dalam negeri agar tidak tersisih.
Hal menarik lain secara jangka panjang dari perang dagang antara AS-China adalah kemungkinan relokasi industri China ke Indonesia. Relokasi ini dilakukan melalui penanaman modal asing.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno mengatakan, perang dagang AS dan China bisa berdampak positif dan negatif. Dampak positif dan peluang akan didapat Indonesia -yang memiliki bea masuk lebih murah- jika mampu menggantikan China mengisi pasar ekspor di AS.
"Negatifnya, ekses produk China yang tadinya dijual ke AS, karena tidak bisa masuk, lalu dilempar ke sini," kata Benny.
Terkait hal tersebut, pemerintah RI harus memiliki kemampuan untuk melindungi industri dalam negeri.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono beberapa waktu lalu menuturkan, Indonesia harus optimistis dan jeli menyikapi perang dagang AS dan China.