Sistem transaksi ruas-ruas tol perkotaan terus diintegrasikan. Kali ini, giliran ruas tol Semarang seksi A-B-C dan tol Lingkar Luar Kota Jakarta (JORR). Integrasi di ruas tol Semarang seksi A-B-C telah dimulai 9 Juni lalu. Sementara, integrasi di Lingkar Luar Jakarta dimulai 20 Juni pukul 00.00 WIB tadi.
Integrasi sistem transaksi dilakukan secara bertahap. Untuk tol antarkota, integrasi sudah dilakukan di ruas tol Jakarta-Cikampek-Palimanan dan Jakarta-Cikampek-Cileunyi. Sistem transaksinya tertutup dengan perhitungan tarif berdasarkan jarak tempuh.
Adapun integrasi sistem transaksi di jalan tol perkotaan telah diterapkan di ruas Jakarta-Tangerang dan ruas Jakarta-Bogor-Ciawi. Ruas Semarang seksi A-B-C dan ruas Lingkar Luar Jakarta termasuk jalan tol perkotaan. Untuk integrasi ruas tol perkotaan, sistemnya terbuka dengan tarif merata.
Proses integrasi sistem transaksi tidak melulu berjalan mulus meskipun transaksi menjadi lebih sederhana. Untuk integrasi tol antarkota relatif berjalan lancar. Namun, integrasi tol antarkota menuai kritik. Tarif tol yang semula berdasarkan jarak dijadikan tarif merata. Pengguna tol yang biasa memanfaatkan jalan tol untuk jarak pendek merasa terbebani karena tarif tol naik dan terasa lebih mahal. Namun, pengguna jarak jauh merasa diuntungkan karena tarif tol jarak jauh justru turun.
Mereka yang merasa terbebani biasanya berargumentasi tarif merata tidak adil. Di sisi lain, pemerintah menyarankan agar pengguna tol yang biasa menempuh jarak pendek untuk lebih memanfaatkan jalan arteri daripada tol. Sebab, jalan tol tetap merupakan jalan alternatif, bukan jalan utama, serta dirancang untuk perjalanan jarak jauh.
Hal itu bisa dilihat dari tol Lingkar Luar Jakarta. Merujuk pada namanya, tol itu didesain untuk perjalanan jarak jauh, terutama sebagai jalur logistik. Dengan adanya tol itu, angkutan logistik yang tujuannya bukan di Jakarta tidak perlu masuk ke dalam kota. Sebab, akan membuat lalu lintas kota semakin padat. Angkutan logistik cukup lewat pinggir Jakarta. Sayangnya, tol yang semula berada di pinggir tersebut kini menjadi semakin ke ‘tengah’ kota. Bahkan kawasan perkantoran berkembang di sisi kanan dan kiri tol. Kemacetan sudah jamak terjadi sehari-hari.
Integrasi sistem transaksi jalan tol perlu dilihat dalam kerangka program elektronifikasi jalan tol. Integrasi sistem transaksi tersebut merupakan persiapan menuju penerapan aliran kendaraan tanpa henti untuk semua lajur (multilane free flow) yang ditargetkan dapat diuji coba mulai akhir tahun ini.
Gambarannya, kendaraan yang melewati tol tidak lagi berhenti di gerbang tol untuk bertransaksi. Sebenarnya, sejak beberapa tahun lalu sudah dilakukan mekanisme serupa dengan pemasangan alat dalam kendaraan (on board unit).
Namun, penetrasi program itu tidak terlampau besar. Penyebabnya, mungkin, karena program tersebut masih bersifat parsial.
Program elektronifikasi jalan tol telah dimulai dengan pemberlakuan transaksi nontunai di seluruh ruas tol. Kendati masih perlu disempurnakan, kini pengguna jalan tol mulai terbiasa bertransaksi nontunai. Namun, program tersebut belum selesai. Dalam rangka menuju sistem aliran kendaraan tanpa henti untuk semua lajur diperlukan integrasi, baik sistem yang berhubungan langsung dengan pengguna tol maupun sistem yang ada di baliknya.
Penerapan sistem aliran kendaraan tanpa henti tidak hanya soal pembayaran menjadi nontunai. Akan tetapi, juga mensyaratkan data pemilik kendaraan beserta kendaraan yang terintegrasi, sistem pembayaran, dan peraturan yang terkait dengan penegakan hukum. Ini lah arah elektronifikasi jalan tol. Harapannya, sebagaimana sudah terjadi di beberapa negara tetangga dan negara maju, semua sudah dikerjakan secara otomatis.