JAKARTA, KOMPAS--Transaksi di pasar modal kembali dibuka pada Rabu (20/6/2018) ini setelah libur sejak 11 Juni. Kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat pekan lalu dan kenaikan harga minyak dunia akan memberikan sentimen negatif dalam transaksi pasar modal.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan tertekan pekan ini.
Pada penutupan perdagangan 8 Juni, IHSG tertekan 1,852 persen ke posisi 5.993,627. Sejak awal tahun, IHSG tertekan 5,7 persen.
Market Research Danareksa, Lucky Bayu Purnomo di Jakarta, Selasa (19/6/2018), menyatakan, IHSG pada perdagangan Rabu ini akan cenderung melemah. Perkiraan itu didukung tiga faktor.
Faktor pertama, koreksi indeks harga saham di bursa efek New York, menyusul kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu. Pada Selasa malam kemarin, indeks melemah 325 basis poin atau 1,3 persen. Hal ini akan memberikan sentimen negatif ke transaksi pasar modal di dalam negeri.
Faktor kedua, penurunan harga minyak dunia dari 69 dollar AS per barrel menjadi 64 dollar AS per barrel. Hal ini menurunkan gairah pasar.
Adapun faktor ketiga adalah investor menunggu keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 27-28 Juni. Dengan demikian, investor diperkirakan akan membatasi transaksi. Likuiditas berkurang sehingga menekan IHSG.
Lucky berpendapat, investor berharap BI menaikkan suku bunga acuan BI atau BI 7-day Reverse Repo Rate. Namun, pengaruhnya diperkirakan tidak akan positif bagi pasar modal.
”Jika suku bunga acuan naik, maka imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) akan naik juga. Investor akan memilih memindahkan dananya dari pasar modal ke SBN karena imbal hasilnya tinggi dan lebih stabil. Ini tidak baik untuk pasar modal,” kata Lucky.
Untuk itu, lanjut Lucky, BI harus mencari kebijakan yang seimbang. Artinya, operasi di pasar valuta asing dan penggunaan instrumen suku bunga acuan mesti efektif untuk menstabilisasi pasar sekunder SBN sekaligus pasar modal.
BI melalui siaran pers kemarin menyebutkan, siap menempuh kebijakan lanjutan yang bersifat antisipatif dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan Bank Sentral AS, The Fed. Kebijakan lanjutan yang dimaksud, menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, bisa berupa kenaikan suku bunga acuan yang disertai dengan relaksasi kebijakan rasio pinjaman terhadap aset atau LTV untuk mendorong sektor perumahan.
BI juga meyakini ekonomi Indonesia, khususnya pasar aset keuangan, tetap kuat dan menarik bagi investor, termasuk investor asing. Dengan investasi yang terjaga, stabilitas ekonomi juga diharapkan tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Ambil untung
Secara terpisah, Yanuar Rizky dari perusahaan riset dan konsultan Bejana Investidata Globalindo menyatakan, libur panjang cenderung mendorong investor portofolio untuk melakukan perdagangan jangka pendek demi mengambil keuntungan. Risikonya, IHSG akan cenderung tertekan pada perdagangan hari Rabu ini.
”Secara teknis, libur panjang kurang menguntungkan ketika pasar keuangan sedang bergejolak. Sebab, peningkatan permintaan terhadap dollar AS menumpuk di hari sebelum libur panjang dan pasca liburan,” kata Yanuar.
Yanuar mengimbau agar masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan memahami bahwa operasi pasar BI untuk mengendalikan nilai tukar rupiah harus dilakukan secara terukur. Sebab, cadangan devisa tidak hanya untuk mengendalikan nilai tukar rupiah, tetapi juga untuk kepentingan lain, seperti membayar bunga utang pemerintah.
Terkait suku bunga acuan BI, Yanuar berpendapat, sebaiknya BI menaikkan.
Pada Mei, BI menaikkan suku bunga acuan 0,5 persen.