UMKM Punya Alternatif
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah memiliki alternatif sumber pembiayaan. Biasanya, mereka mempertimbangkan situasi dan kondisi pada saat mengajukan pinjaman.
Pilihan itu antara lain kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di perbankan, kredit usaha rakyat (KUR), pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi, pegadaian, serta pinjaman pribadi dengan bunga tinggi atau rentenir.
”Pelaku UMKM akan memilih skema pembiayaan yang dominan dipengaruhi kecepatan mendapatkan modal,” kata Ketua Asosiasi UMKM Indonesia M Ikhsan Ingratubun saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (19/6/2018).
Atas dasar kecepatan memperoleh pinjaman, layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi diminati UMKM. Padahal, suku bunganya relatif tinggi. Namun, suku bunga itu dikompensasi dengan waktu mendapatkan pinjaman modal yang kurang dari seminggu.
Sementara KUR membutuhkan waktu hingga satu bulan karena pelaku perlu mengurus agunan serta melalui proses pengecekan riwayat keuangan.
Ikhsan mencontohkan, pada Ramadhan 2018, ada kenaikan permintaan pembiayaan dari UMKM hingga 100 persen dibandingkan hari-hari biasa. ”Seminggu sebelum Ramadhan, pelaku UMKM ramai-ramai ke koperasi untuk mendapatkan pinjaman modal. Maksimal tiga hari sebelum Ramadhan, mereka sudah mengembalikan pinjaman,” tutur Ikhsan.
Maksimal tiga hari sebelum Ramadhan, mereka sudah mengembalikan pinjaman.
Dari sisi jumlah pinjaman, KUR memiliki keunggulan karena dapat memfasilitasi modal setidaknya Rp 15 juta. Adapun pinjaman antarpihak bagi kebanyakan pelaku UMKM berkisar Rp 2 juta-Rp 3 juta. Sementara pinjaman koperasi maksimal Rp 10 juta.
Pemilik UMKM tas bermerek Salawase, Kadaryatmo, mengatakan, dirinya mengandalkan bantuan modal dari salah satu perusahaan BUMN. ”Saya ikut programnya sejak akhir tahun 2017 dan mengambil paket bantuan Rp 25 juta,” katanya.
Modal itu dapat dikembalikan dalam waktu dua tahun dengan bunga 0,4 persen per tahun.
Kadaryatmo menuturkan, pinjaman yang diterimanya itu termasuk dalam skema dana bergulir. Selain itu, fasilitas yang ia terima termasuk lengkap, bukan sekadar meminjamkan modal.
”Saya juga dilatih dan diberi akses untuk ikut pameran secara rutin,” lanjutnya.
Muhammad Taufik, pemilik usaha pakaian batik bermerek Elenta, merasakan kerumitan mengurus KUR.
Saat ini, Taufik mengandalkan pinjaman modal dari keluarganya. Menurut dia, cara tersebut sederhana dan berisiko rendah.
Menarik
Sejumlah pelaku UMKM menilai, KUR yang dipadukan dengan program pemerintah daerah menarik.
Endang Trimukti, pengusaha kue yang tinggal di Kelapa Gading, Jakarta, pernah mendapat pinjaman Rp 5 juta dari Bank DKI yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Suku bunganya 7 persen per tahun.
”Waktu itu, saya hanya perlu tes wawancara. Pemasukan dan pengeluaran usaha saya dicek,” ucapnya.
Waktu itu saya hanya perlu tes wawancara.
Setelah lolos, Endang mendapat pelatihan memasak. Dia juga difasilitasi agar produk kuenya mendapat sertifikat halal.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rohan Hafas memaparkan, pada periode Januari-Mei 2018, Bank Mandiri menyalurkan KUR sebesar Rp 7,14 triliun kepada 113.141 debitor. Nilai pinjaman itu setara dengan 49,04 persen dari target penyaluran Bank Mandiri yang sebesar Rp 14,56 triliun pada tahun ini.
Sekitar 40,37 persen dari penyaluran pada Januari-Mei 2018 atau Rp 2,88 triliun menyasar sektor usaha produktif.
Rohan menambahkan, secara keseluruhan, total penyaluran KUR Bank Mandiri dari Oktober 2007, atau sejak pertama diluncurkan, hingga Mei 2018 sebesar Rp 55,47 triliun. KUR itu dikucurkan kepada 1.108.493 debitor.
Dana bergulir
Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir-Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (LPDB-KUMKM) Braman Setyo menuturkan, saat ini dana bergulir semakin diminati sebagai alternatif pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
”Bahkan, banyak asosiasi terkait UKM, terutama yang bergerak di sektor produktif, sudah mengontak kami agar dikunjungi setelah Lebaran,” kata Braman ketika dihubungi di Jakarta, kemarin.
Ia menuturkan, saat ini porsi penyaluran dana bergulir hendak diubah menjadi dominan ke koperasi yang bergerak di sektor produksi dan usaha produktif sehingga tidak lagi berkutat di koperasi simpan pinjam. Tujuannya, agar dana bergulir dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih bernilai tambah.
Tahun ini, LPDB-KUMKM menargetkan penyaluran dana bergulir Rp 1,2 triliun.