JAKARTA, KOMPAS — Pekerja migran Indonesia hanya dapat bekerja di negara tujuan penempatan yang mempunyai kebijakan perlindungan terarah. Pemerintah akan mengupayakan diplomasi dengan negara penerima untuk membahas poin perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno, Kamis (21/6/2018), di Jakarta, mengatakan, persyaratan perlindungan di negara penempatan bisa merujuk pada Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Isi pasal itu, negara tujuan penempatan harus mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing, telah memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah Indonesia, atau memiliki jaminan sosial atau asuransi memproteksi pekerja migran.
”Kami berharap ketiga persyaratan yang diamanatkan undang-undang dapat dipenuhi semua oleh negara tujuan,” ujar Soes.
Untuk perjanjian tertulis, lanjut Soes, pihaknya telah menyusun poin-poin pertimbangan Indonesia yang berlaku ke seluruh negara tujuan. Poin pertama, pekerja rumah tangga (PRT) migran harus dipekerjakan sesuai sertifikasi profesi.
Poin kedua, PRT migran harus memiliki jam kerja jelas dan satu hari libur dalam seminggu. Adapun hal ketiga menyangkut gaji. Pemerintah Indonesia ingin upah PRT migran ditransfer melalui akun rekening bank milik pekerja. Nilainya harus layak.
Substansi keempat berkaitan dengan urusan komunikasi. Pemerintah Indonesia ingin agar PRT migran diperbolehkan berkomunikasi dengan kerabat dan Kedutaan Besar RI.
”Poin-poin tersebut harus dilihat sebagai upaya kami meningkatkan posisi tawar sebagai negara pengirim,” ucap Soes.
Sesuai data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, sebanyak 99.267 tenaga kerja ditempatkan di luar negeri pada Januari-Mei 2016. Jumlah itu meningkat menjadi 100.949 orang pada Januari-Mei 2017 dan 111.878 orang pada Januari-Mei 2018.
Secara terpisah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah berpendapat, langkah yang tak kalah penting adalah menerapkan standar baru perlindungan di dalam negeri. Tata kelola perekrutan sampai pemberangkatan mendesak diperbaiki.