Lintas Sektoral Tekan Defisit
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan skenario mengurangi defisit neraca perdagangan. Solusi yang disiapkan bersifat jangka menengah dengan melibatkan sejumlah sektor.
Kebijakan lintas sektoral dimaksudkan agar kemampuan menghasilkan devisa lebih besar.
”Jika perekonomian ingin maju terus, kebijakan terkait dukungan terhadap ekspor, pariwisata, dan membangun industri yang menyubsitusi impor itu perlu diperkuat,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai menghadiri rapat internal di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Untuk mendukung kebijakan itu, program yang digulirkan bisa berupa pemberian insentif, kemudahan dan keringanan pajak, kepabeanan, serta dari sisi makroprudensial Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Tidak hanya itu, pemerintah juga mencermati situasi yang berkembang secara global, regional, dan dalam negeri.
Pada prinsipnya, menjaga stabilitas penting. Di sisi lain, pemerintah juga berupaya mendorong pertumbuhan dan aktivitas ekonomi agar lebih maju.
Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 kembali defisit. Pelemahan rupiah mulai berpengaruh. Faktor lain yang juga menyebabkan defisit adalah kenaikan harga minyak mentah dunia dan perang dagang Amerika Serikat-China.
Defisit
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Senin, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 defisit 1,52 miliar dollar AS atau setara Rp 21,44 triliun. Pada Mei, ekspor Indonesia 16,12 miliar dollar AS, sedangkan impor 17,64 miliar dollar AS. Adapun pada Januari-Mei 2018, neraca perdagangan Indonesia defisit 2,83 miliar dollar AS.
Dalam lima bulan pertama pada 2018, neraca perdagangan RI defisit pada Januari, Februari, dan April.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, defisit kali ini dipicu sektor migas yang defisit 1,24 miliar dollar AS dan nonmigas 280 juta dollar AS. ”Kenaikan harga minyak mentah dunia memicu kenaikan nilai impor Indonesia,” katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mulai berpengaruh terhadap neraca perdagangan. Salah satu indikatornya terlihat dari impor semua jenis barang yang naik signifikan.
Bhima menambahkan, defisit neraca perdagangan juga terjadi akibat dampak kenaikan harga minyak mentah dunia dan perang dagang AS-China. Kenaikan harga minyak mentah dunia dan pelemahan rupiah menyebabkan defisit migas bertambah besar.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil terlepas dari zona merah pada penutupan perdagangan. IHSG ditutup naik 37,27 poin atau 0,64 persen ke level 5.859,08. Sementara, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah menyentuh posisi Rp 14.105 per dollar AS.
Analis Indosurya Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan, penguatan IHSG sejak pertengahan sesi perdagangan kemarin ditopang data realisasi APBN per akhir Mei 2018.