Penggunaan Angkutan Umum Harus Terus Didorong
JAKARTA, KOMPAS — Walaupun penyelenggaraan angkutan Lebaran 2018 dinilai jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, sejumlah perbaikan harus dilakukan. Hal ini untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pengguna angkutan umum.
Pengamat transportasi Ellen Tangkudung dan Darmaningtyas berpendapat, keberadaan jalan tol yang semakin panjang dan libur yang lama juga berperan dalam kesuksesan angkutan Lebaran tersebut.
”Angkutan Lebaran 2018 boleh dibilang sukses dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Terutama bagi pengguna angkutan pribadi yang difasilitasi oleh jalan tol yang semakin panjang, dipantau, dan dijaga oleh petugas yang bekerja tanpa lelah, siang-malam. Koordinasi yang baik, antarinstansi yang terlibat untukk angkutan darat, patut diapresiasi,” kata Ellen di Jakarta, Selasa (26/6/2018).
Namun, soal diskresi lawan arah (contra flow) yang dilakukan polisi, menurut Ellen, kebijakan itu membuat bus reguler bertrayek yang akan lewat jalan tol harus menunggu dalam kemacetan di jalan-jalan nontol di pinggir Jakarta.
”Pengguna jalan lainnya yang akan menggunakan jalan tol terpaksa terjebak dalam kemacetan. Ke depan perlu di simulasi kebijakan one way, tetapi tetap menyisakan satu lajur, tetap arah, khusus untuk bus AKAP. Dengan demikian, ada keberpihakan kepada angkutan umum,” kata Ellen.
Darmaningtyas menambahkan, penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran 2018 terbebas dari momok kemacetan. ”Selama 30 tahun, momok angkutan mudik Lebaran adalah kemacetan. Bahkan sempat muncul kasus di Tol Brebes Exit (Brexit) yang menewaskan hingga 17 orang pada 2016. Namun, momok kemacetan itu tidak ditemukan lagi pada angkutan mudik Lebaran 2018. Kemacetan sempat terjadi (12/6 malam hingga 13/6 pagi) di sejumlah ruas tol Jakarta-Cikampek-Cipali, tetapi dapat segera diurai dengan menerapkan sistem contra flow sehingga kemacetan tidak sampai menjadi momok,” katanya.
Tidak adanya kemacetan yang parah, menurut dia, karena beberapa hal. Pertama, berfungsinya Tol Trans-Jawa, baik yang beroperasional secara komersial maupun fungsional. Kedua, libur panjang baik sebelum hari H maupun setelah hari-H yang memungkinkan warga dapat mengatur perjalanan mudiknya lebih leluasa.
Pada mudik Lebaran sebelumnya, arus mudik bertumpu pada H-3 sampai H-2 dan arus balik menumpuk di H+2 hingga H+3. Namun, pada musim mudik Lebaran 2018, arus mudik terjadi sejak H-7 hingga H-2, sedangkan arus balik dimulai dari H+2 hingga H+4.
”Dengan panjangnya durasi waktu mudik dan arus balik itu, secara otomatis memecah konsentrasi pergerakan warga sehingga tidak menumpuk pada satu tanggal. Apabila waktu liburnya pendek, konsentrasi arus mudik dan balik menumpuk di tanggal yang sama,” ujarnya.
Darmaningtyas juga melihat penggunaan kendaraan pribadi menunjukkan penurunan. Banyak pemudik yang terangkut oleh program mudik gratis, baik yang diselenggarakan oleh kementerian, BUMN, swasta, partai politik, komunitas, dan sebagainya.
”Boleh jadi arus mudik Lebaran 2018 juga mengalami penurunan. Hal itu terlihat kondisi desa-desa tujuan mudik tidak seramai biasa, kondisi Jakarta yang tidak selengang seperti Lebaran sebelumnya, dan data dari Jasa Marga mengenai jumlah kendaraan yang keluar melalui Tol Jakarta-Cikampek,” katanya.
AVP Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk Dwimawan Heru mengatakan, jumlah kendaraan yang melintas di Gerbang Tol Cikarang Utama pada arus mudik H-8 sampai H-1 mencapai 720.245 unit. Jumlah ini menurun 4,1 persen dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 751.051 kendaraan. Namun, pada arus balik, terjadi peningkatan sebesar 2,6 persen, dari 732.961 kendaraan tahun 2017 menjadi 751.775 kendaraan tahun 2018.
”Penyebab penurunan ini banyak. Bisa jadi karena Lebaran ini bertepatan waktunya dengan musim tahun ajaran baru yang membuat sebagian orang menunda kebutuhan mudik. Bisa juga ada yang mudiknya pada H-1 atau H-2 Lebaran. Sementara penghitungan dilakukan hanya sampai H-1,” ujar Dwimawan.
Untuk kenaikan yang terjadi di arus balik, dia melihat kebijakan one way dan contra flow mendorong orang untuk melintas melalui tol. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan dengan tahun sebelumnya. Jika tahun lalu pada puncak arus balik kendaraan yang melintas sebanyak 114.000 unit, pada H+2, H+3, dan H+4 kendaraan yang melintas mencapai 116.000 unit, 130.000 unit, dan 124.000 unit. Jauh lebih besar dari tahun lalu.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, tahun ini terjadi penurunan pemudik dibandingkan tahun lalu. ”Waktu penghitungannya dilakukan di saat yang sama, yakni H-7 hingga H+7. Lokasi penghitungan juga di titik yang sama, yakni di Karawang, Merak, Purwakarta, dan Nagrek. Di empat lokasi itu angkanya menunjukkan tren menurun. Kalaupun ada perbedaan, masih masuk margin error yang kecil,” kata Budi.
Penurunan pemudik ini bisa jadi karena mereka lebih menggunakan kendaraan umum dibandingkan kendaraan pribadi. ”Saat ini pelayanan angkutan umum, seperti kereta api, pesawat, kapal dan bus, sudah semakin baik. Semakin banyak bandara yang dibuka dan frekuensi penerbangan juga semakin banyak. Kereta api juga terus menambah jumlah perjalanannya. Jadi, masyarakat melihat angkutan umum sudah lebih baik,” katanya.