FES, KOMPAS — Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perdagangan, tengah menjajaki kemungkinan perundingan Perjanjian Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Agreement/PTA) dengan Maroko. Upaya ini merupakan bagian strategi pemerintah untuk memudahkan lebih banyak produk lokal Indonesia masuk ke pasar Maroko.
Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita bertemu dengan Perdana Menteri Maroko Saadeddine Othmani di Hotel JW Marriot Fes, Maroko, Rabu (27/6/2018), sekitar pukul 09.00 waktu setempat.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Enggartiasto mengatakan, keduanya sepakat untuk menindaklanjuti pertemuan dengan membahas perjanjian perdagangan dua negara. PTA merupakan awalnya.
”Kami menginginkan hubungan perdagangan jangka panjang. Hubungan masyarakat dan politik dua negara sudah terjalin cukup lama, tetapi kegiatan ekonomi secara khusus belum banyak tercipta,” ujarnya.
Menurut Enggartiasto, ia juga menyampaikan keluhan pelaku usaha Indonesia yang sudah atau akan berinvestasi di Maroko, yakni tingginya tarif bea masuk atas barang material yang dibutuhkan untuk produksi. Dia mencontohkan, pabrik mi instan Indomie di Maroko yang masih mengimpor beberapa item material bahan baku dari Indonesia dan dikenai custom duty relatif tinggi.
”Kami berharap PTA bisa segera dibahas. Kalau waktu pembahasan berlangsung cepat, kendala yang dihadapi produk ataupun industri Indonesia dapat lebih cepat terselesaikan. Dia (Saadeddine Othmani) juga menginginkan sesegera mungkin. Akhir tahun semoga,” katanya.
Saadeddine Othmani mengatakan, negaranya ingin meningkatkan hubungan perdagangan dengan Indonesia ke level lebih tinggi. Untuk investasi, Maroko amat terbuka bagi pengusaha Indonesia yang ingin masuk.
Direktur Perundingan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini menceritakan, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan agar pasar Afrika digarap lebih serius. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Luar Negeri berupaya melakukan pendekatan dengan beberapa target negara di Afrika, antara lain Mozambik, Tunisia, Maroko, Afrika Selatan, Mesir, dan Kenya.
”Beberapa negara tujuan pasar utama produk Indonesia memberlakukan kebijakan perdagangan luar negeri yang bersifat membatasi. Indonesia pun harus menjajaki peluang pasar lain, seperti negara-negara kawasan Afrika. Kami melihat produk Indonesia di kawasan itu masih sedikit sehingga masih terbuka peluang besar meningkatkan pangsa pasar,” ungkap Made.
Dengan Maroko, dia menjelaskan bahwa penjajakan PTA akan menyoal tarif bea masuk impor. Indonesia menginginkan pengurangan besaran nilai atau nol persen tarif untuk beberapa jenis barang.
Mengenai daftar jenis barang, Made menyebut kemungkinan besar menyasar ke produk-produk lokal Indonesia yang sudah diekspor ke Maroko.
Dengan Tunisia, Enggartiasto dan Menteri Perdagangan Tunisia Omar Behi sudah meluncurkan perundingan PTA, Senin (25/6), di Tunis, Tunisia. Putaran pertama perundingan sedang berlangsung membahas draf perjanjian tarif bea masuk impor, seperti opsi pengurangan besaran atau nol persen.
Enggartiasto mengungkapkan, selama ini tarif bea masuk produk Indonesia ke Tunisia relatif tinggi. Rata-rata besaran bea masuk ke Tunisia sebesar 9,3 persen.
Sesuai data Kementerian Perdagangan pada 2017, ekspor Indonesia ke Maroko mencapai 85 juta dollar AS. Adapun impor Indonesia dari Maroko sebesar 68 juta dollar AS. Produk-produk utama Indonesia yang diekspor ke Maroko, antara lain benang serat stapel sintetis, kopi, kendaraan bermotor, serta minyak hewani dan nabati. Sementara produk impor utama Indonesia dari Maroko mencakup antara lain fosfat, pakaian, tembaga, transistor, dan alas kaki.
Pada 2017, ekspor produk nonmigas Indonesia ke Tunisia mencapai 55,19 juta dollar AS. Sementara impor produk nonmigas dari Tunisia pada tahun yang sama sebesar 32,77 juta dollar AS.
Produk ekspor utama Indonesia ke Tunisia mencakup antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak kelapa dan turunannya/kopra, dan serat benang sintetis. Adapun impor Indonesia dari Tunisia meliputi antara lain kurma, calcium hydrogenorthophosphate, dan calcium phosphates.