JAKARTA, KOMPAS — Tingkat okupansi perkantoran diprediksi turun pada 2018. Penurunan tersebut disebabkan oleh penundaan ekspansi dari pelaku usaha akibat ketidakpastian global dan nasional.
Senior Associate Director Colliers International Ferry Salanto memaparkan, pada akhir 2018, tingkat okupansi perkantoran di area pusat bisnis Jakarta turun 2-3 persen menjadi 79 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Okupansi perkantoran di luar area tersebut juga turun 2-2,5 persen menjadi 81 persen.
Padahal, total ruang perkantoran yang masih tersedia di Jakarta pada 2018 mencapai 2 juta meter persegi. Ferry mengatakan, pihaknya memproyeksikan gedung perkantoran pada 2021 mencapai 11,5 juta meter persegi dengan total pasok perkantoran di wilayah pusat bisnis sebesar 7 meter persegi.
Hal yang sama, menurut Ferry, juga terjadi pada kawasan industri. ”Belum ada angkanya, tetapi penyerapan kawasan dari sektor industri akan turun dibandingkan tahun lalu. Hingga saat ini, kami belum melihat ada penjualan yang signifikan,” tuturnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Ferry berpendapat, kedua penurunan itu mengindikasikan pengusaha masih menunggu dan melihat sehingga menunda ekspansi. Latar belakang penundaan ini berkaitan dengan ketidakpastian global yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) melemah.
Selain faktor global, ketidakpastian politik juga menjadi alasan pengusaha menunda ekspansi. ”Dalam tahun politik ini, pengusaha ingin adanya kepastian kebijakan dari pemerintah,” ucapnya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan, keputusan pengusaha terhadap ekspansi bergantung pada persepsi global dan nasional. Menurut dia, sentimen pengaruh global terhadap nilai tukar rupiah cukup terasa di pihak pengusaha.
Di sisi lain, Hariyadi menambahkan, pertumbuhan daya beli masyarakat juga belum terasa. Dia menyoroti pertumbuhan kredit pemilikan rumah dan fast moving consumer goods sebagai indikatornya.
Sementara dari sisi nasional, Hariyadi menganggap tahun politik ini tidak memberikan kepercayaan diri bagi pengusaha untuk ekspansi. ”Meskipun demikian, kami harap, pemerintah saat ini tetap fokus pada daya saing produk, daya tambah produk, lapangan kerja, dan peningkatan ekspor,” ujarnya.
Ketika pengusaha hendak berinvestasi untuk ekspansi, ada tiga indikator yang diperhatikan secara ekonomi makro. Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Arif Budimanta mengatakan, ketiga indikator itu adalah kepastian dan konsistensi kebijakan, stabilitas, serta insentif.
Kepastian dibutuhkan pengusaha untuk memproyeksikan kinerja perusahaannya. ”Bisa saja pengusaha berinvestasi (untuk ekspansi) di luar Indonesia karena ada kepastian stabilitas ekonomi dan profit,” lanjutnya.
Menurut Arif, kepastian online single submission atau pendaftaran tunggal dalam jaringan dapat menjadi bentuk kebijakan yang dinantikan pengusaha. Kepastian kebijakan tersebut membuat pengusaha dapat lebih memperhitungkan prosedur, biaya, dan waktu dalam berinvestasi sehingga mampu mendorong ekspansi.