Pasar Aromaterapi Tradisional Kian Harum
Di tengah gempuran wewangian impor bercita rasa tinggi, produk aromaterapi tradisional dengan bahan baku lokal justru makin naik daun. Ceruk pasar semakin besar karena aromaterapi tak lagi sekadar pewangi ruangan dan mobil, tetapi juga dibutuhkan dalam bisnis perawatan tubuh serta kecantikan.
Permintaan aromaterapi dengan bahan baku utama bunga, buah, dan rempah, kata Anita Trisusilowati (40), yang ditemui di Surabaya, Selasa (13/2/2018), tak dimonopoli konsumen di Pulau Jawa, tetapi sudah menyebar ke Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Permintaan produk herbal dan diolah secara tradisional semakin banyak justru dari konsumen di Indonesia bagian timur.
Untuk mendongkrak pasar yang semakin lebar, pelaku usaha di sektor aromaterapi harus mengikuti selera konsumen. Tak cukup hanya dengan memproduksi satu jenis produk, misalnya pengharum ruangan, tetapi lebih kreatif dengan membuat sabun, lilin, pengharum ruangan dan mobil, sampo, hingga losion untuk tubuh. Hasil inovasi dengan membuat kian beragam produk yang dilempar ke pasar berarti peluang semakin besar.
Meski pemasaran tak terlalu gencar, misalnya membuka gerai sendiri, permintaan mengalami peningkatan yang positif. Penjualan secara online atau dalam jaringan lewat media sosial Facebook, Instagram, dan Line cukup signifikan hasilnya. Apalagi pemasaran melalui media sosial diperkokoh dengan rutin berpameran dari Aceh hingga Papua serta melirik tamu hotel dan restoran dengan menitipkan barang di tempat itu.
Kekuatan produk aromaterapi, ujar alumnus Fakultas Teknik UPN Surabaya ini, tidak hanya pada bahan baku lokal dan alami, tetapi juga dengan selalu dimunculkan aroma baru, hasil perpaduan dari satu aroma dan aroma lain. Misalnya, minyak serai atau sereh dicampur dengan sari bunga kenanga akan menghasilkan aroma yang begitu membuat pikiran tenang.
Cara ampuh Anita dalam menggaet pelanggan adalah terus bereksperimen untuk memunculkan aroma baru dari berbagai produknya. ”Kekuatan produk aromaterapi, ya, sensasi. Begitu digunakan, pikiran lebih tenang atau badan terasa segar. Jadi paling utama bisa memunculkan sensasi melalui aroma pada produk,” ujarnya.
Promosinya pun dilakukan dengan cara unik. Anita biasanya menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan. Aroma terbaru dari berbagai produk dipakai sendiri oleh Anita. Cara ini cukup cepat untuk menangkap respons konsumen. ”Pasti ada saja yang bertanya, parfumnya merek apa. Menjawab rasa penasaran konsumen itu saya manfaatkan sebagai ajang promosi produk,” lanjutnya.
Kiat pemasaran yang dilakukan Anita cukup meneguhkan dirinya untuk tetap berjibaku pada bisnis aromaterapi yang ditekuninya sejak 2003. Dengan modal Rp 5 juta, ibu dari seorang putra ini awalnya sekadar coba-coba meracik aromaterapi dengan bahan baku alami dari sari pati tumbuh-tumbuhan, bunga, buah, dan rempah.
Pandai meracik
Pengetahuan terkait zat kimia di bangku kuliah menjadi modal kecil untuk mencoba membuat produk arometerapi, dengan produk awal pengharum ruangan. Pengalamannya meracik berbagai bahan baku alami menjadi aromaterapi berupa cairan, sabun, dan lilin menempa dirinya sebagai peramu wewangian tradisional.
Ada dua jenis aromaterapi yang selama ini dipasarkan, yakni dihirup dan dioles. Produk yang dioles banyak disukai karena efek aromaterapi bisa mengubah pikiran dan perasaan seseorang menjadi lebih tenang dan konsentrasi. Bahkan, beberapa konsumen mengaku bisa menyembuhkan beragam penyakit.
Perempuan yang mengembangkan usaha aromaterapi di Gubeng Kertajaya XIII, Surabaya, ini dibantu lima pegawai. Produknya menggunakan bahan baku alami tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dijadikan pengharum ruangan, sabun, lilin, dan losion tubuh.
Ketika mulai menjajaki bisnis ini, aromaterapi hanya berupa wewangian ruangan dengan konsumen paling besar hotel. Hanya dalam perjalanan dan perkembangan pasar yang begitu cepat berubah, produk aromaterapi juga berkembang dan mengarah pada pemakaian untuk keperluan perawatan kecantikan dan tubuh.
Produk aromaterapi yang sudah puluhan jenis pun tak lagi didominasi kalangan tertentu, misalnya hanya kaum perempuan dewasa. Tiga tahun terakhir, selera aromaterapi dilirik oleh semua segmen, termasuk remaja.
Memenuhi selera semua kalangan dari remaja hingga orangtua, aroma produk pun semakin bervariasi. Bahan baku terutama dari jenis bunga juga bertambah, seperti lavender, teh hijau, melati, cendana, dan serai.
Kalangan orangtua cenderung cocok dengan aromaterapi untuk menciptakan suasana tenang saat berada di ruang kerja, kamar tidur, atau salah satu sudut favorit di rumah. Hingga kini, produk aromaterapi yang diolah dan dipasarkan oleh Anita di bawah merek ”Cakra Aromaterapi” sebanyak 50 item.
Produk itu antara lain lilin, minyak aromaterapi, dupa, sabun rempah, lulur, serta produk perawatan kecantikan. Produk-produk tersebut gencar diikutkan dalam pameran, baik di Surabaya, Jakarta, Batam, Makassar, maupun kota lain di Nusantara.
Anita menyebutkan, ceruk pasar produk aromaterapi cukup menggembirakan meski pertumbuhannya tak sehebat barang-barang yang juga dibuat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sepanjang keinginan konsumen dipenuhi terkait aroma, misalnya untuk keperluan suvenir pernikahan berupa wewangian aromaterapi dalam botol, atau sabun mandi aroma serai.
”Order pasti mengalir, apalagi wadah atau tungku, serta botol tempat aromaterapi terus berubah sesuai selara pasar,” ucap Anita yang menjalin kerja sama dengan perajin keramik di Malang dan Sidoarjo untuk wadah aromaterapi.
Seperti aromaterapi dengan bahan serai, dia membutuhkan 1 ton serai untuk menghasilkan 50 liter minyak serai atau lemon grass. Rendemen kandungan minyak pada serai rata-rata 5-6 persen.
Untuk memenuhi permintaan akan aromaterapi dengan aroma serai, Anita mencari sendiri sentra serai di Jawa Timur. ”Berapa banyak sereh pun yang diantar pasti saya beli sepanjang kualitasnya sesuai dengan harapan, terutama terkait kandungan minyak pada batang sereh,” katanya.
Aroma rata-rata sangat disesuaikan dengan selera konsumen, yang biasanya dikaitkan dengan fungsinya. Misalnya, aroma romantis campuran dari berbagai bunga untuk suasana romantis ada juga campuran floral dan buah-buahan.
Orang yang sedang kena flu atau menderita sinusitis, bahkan alergi debu, memilih selera aroma dari rempah-rempah untuk lebih memberi ketenangan, semangat, bahkan rasa tersiksa karena penyakit pun hilang dengan menggunakan aromaterapi, baik yang dipoles maupun dihirup.
Agar bisa menyasar semua segmen, Anita membuat beragam variasi dengan harga antara Rp 5.000 dan Rp 300.000 per item. Produknya pun rutin dipesan untuk beberapa acara, seperti pernikahan, ulang tahun, atau kegiatan komunitas, sehingga paling tidak setiap bulan ia bisa memproduksi 1.000 piece per item per bulan.
Hasil karyanya itu hampir 80 persen untuk mengisi pasar lokal dan sisanya 20 persen sudah diekspor ke Jepang, Australia, dan Amerika Serikat.
Berbisnis produk aromaterapi memang tidak serta-merta memancarkan hasil yang cemerlang, sewangi aromanya. Agar tangguh di bisnis wewangian dengan bahan baku alami, jangan pernah berhenti berkreasi lewat pemunculan aroma baru, yang bikin konsumen kian mendekat.