Cadangan Devisa Juni 2018 Turun 3,1 Miliar Dollar AS
Oleh
Hendriyo Widi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menyebutkan, cadangan devisa Indonesia pada Juni 2018 turun 3,1 miliar dollar AS dibandingkan Mei 2018. Hal itu terjadi karena cadangan devisa itu digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri.
Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2018 sebesar 119,8 miliar dollar AS. Posisi tersebut lebih rendah dibandingkan akhir Mei 2018 yang sebesar 122,9 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan pers mengatakan, penurunan cadangan devisa itu dipengaruhi pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
”BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujarnya.
Ke depan, kata Agusman, BI memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik, serta kinerja ekspor yang tetap positif.
Sejak 21 Juni, nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jisdor berada pada kisaran Rp 14.000-Rp 14.500 per dollar AS. Posisi terendah nilai tukar rupiah terjadi pada Selasa lalu, yaitu pada Rp 14.418 per dollar AS.
Meski sempat menguat pada Rabu lalu di level 14.343 per dollar AS, pada Jumat (6/7/2018) rupiah kembali melemah di level Rp 14.409 per dollar AS.
Pelemahan itu masih dipengaruhi kekhawatiran perang dagang antara AS dan China. Hal itu menjelang pemberlakuan kebijakan Pemerintah AS yang akan memberlakukan tarif impor bagi produk China sebesar 34 miliar dollar AS yang akan efektif pada 6 Juli 2018.
Pelemahan itu juga karena sentimen pasar terhadap Bank Sentral AS yang akan menaikkan suku bunga acuannya dua kali lagi pada tahun ini dan tiga kali pada tahun depan. Bank Sentral Eropa (ECB) akan menurunkan net pembelian aset pada September tahun ini. Di sisi lain, Bank Sentral China (PBoC) memangkas giro wajib minimum sehingga renminbi melemah.