Masalah pengurusan izin usaha sudah lama menjadi momok. Pengurusan izin usaha yang sulit dan berbelit-belit tidak hanya dialami pelaku usaha besar atau investor asing. Tak sedikit pelaku usaha kecil dan menengah sulit berkembang karena terbentur masalah izin usaha. Mereka juga menghadapi masalah lain, yakni akses terhadap perbankan, akses pasar, dan kualitas sumber daya manusia.
Contohnya, rumah makan "Padang" yang menjamur di seluruh Indonesia. Jika mengacu pada ketentuan perizinan, setidaknya dibutuhkan surat izin "Sertifikat Laik Sehat Usaha Rumah Makan" dengan 10 jenis persyaratan. Syarat itu berupa surat permohonan dengan materai, identitas pemohon berupa kartu tanda pengenal (KTP) dan kartu keluarga, nomor pokok wajib pajak, akta pendirian badan hukum jika berbentuk badan hukum, persetujuan tetangga kiri, kanan, depan, dan belakang disertai fotokopi KTP, dan surat penunjukan penanggung-jawab rumah makan. Syarat lain berupa fotokopi sertifikat pelatihan sanitasi bagi pengusaha dan penjamah makanan, hasil pemeriksaan laboratorium yang terakreditasi, dan proposal teknis.
Mengurus izin rumah makan saja diperlukan izin tetangga. Bagaimana mengurus izin usaha pertambangan atau ketenagalistrikan? Mungkin, tidak hanya dibutuhkan izin tetangga, melainkan juga izin RT, RW, Lurah, Camat, Bupati/Walikota, Gubernur, sampai Menteri Teknis.
Oleh karena itu, perlu terobosan berupa penyederhanaan pengurusan izin usaha agar proses menjadi cepat dan efisien. Jika izin usaha masih berbelit-belit dan membuat orang kesulitan, jangan harap pelaku usaha, apalagi investor asing, bergairah untuk berusaha atau berinvestasi. Padahal, kompetisi antar negara dalam menarik investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi semakin ketat.
Melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik, pemerintahan Presiden Joko Widodo membuat terobosan kebijakan pengurusan izin usaha yang cukup spektakuler. PP Nomor 24/2018 disahkan dan diundangkan tanggal 21 Juni 2018 dan mulai berlaku 21 Juni 2018.
Perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) merupakan perizinan berusaha yang diterbitkan lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, bupati atau walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Lembaga pengelola dan penyelenggara OSS adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
Dengan PP itu, pelaku usaha akan mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) saat mengurus izin usaha. Dari NIB itu, pelaku usaha dapat mengurus berbagai perizinan teknis, baik di kementerian teknis maupun instansi pemerintah daerah. Namun, pelaku usaha juga harus memiliki komitmen tinggi untuk memenuhi persyaratan perizinan yang diperlukan.
Dalam menerapkan sistem berbasis teknologi digital dalam pengurusan perizinan tentu akan terjadi efisiensi. Salah satunya, terkait efisiensi atau pengurangan kewenangan dari kementerian teknis dan instansi pemda. Oleh karena itu, implementasi sistem OSS harus didukung birokrasi kementerian teknis dan instansi pemda.
Pola pikir birokrat harus berubah total, yaitu bangsa Indonesia bersaing dengan banyak negara dalam menarik investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara yang lebih maju dan modern. Tanpa perubahan pola pikir, apalagi terus diwarnai konflik antargolongan atau kepentingan politik yang sempit dan pragmatis, bangsa Indonesia tidak hanya akan kalah bersaing, melainkan juga mundur.
Implementasi sistem OSS juga perlu didukung kesiapan infrastruktur sistem di kementerian teknis, lembaga non-kementerian, terutama Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan pemda. Tanpa persiapan itu, sistem OSS -sebagai revolusi sistem pengurusan izin usaha berbasis digital yang mencakup aspek luas-, sulit mudah dilaksanakan. (Ferry Santoso)