Saling Berbagi dalam Komunitas Penjual di Tokopedia
Laman penyedia layanan jual beli daring Tokopedia, yang didirikan pada 2009, sudah menjadi rumah bagi sekitar 3 juta pelaku usaha kecil dan menengah. ”Ibarat sebuah kota, Tokopedia juga menyediakan berbagai infrastruktur untuk 3 juta penghuninya,” kata Garri Juanda, Vice President Market Place Experience Tokopedia, di Jakarta, pertengahan Juni 2018.
Namun, bukan perkara mudah untuk memenuhi kebutuhan para penghuni mereka agar tetap mau ”tinggal” di kota itu. Setiap kepala memiliki kebutuhan dan kesulitan yang berbeda-beda ketika berusaha memanfaatkan platform daring untuk memperluas usahanya.
Situasinya pun beragam. Ada penjual yang masih sekolah, ibu rumah tangga, karyawan, atau memang produsen dan pedagang yang sebelumnya berjualan secara luring.
Ada pula yang baru pertama kali mengenal toko daring, bahkan masih kesulitan mengunggah foto produk. Sebaliknya, ada juga yang sudah paham benar bagaimana mengelola toko daringnya dan memerlukan solusi lain yang lebih canggih.
Padahal, ketika sebuah ekosistem pasar daring sudah terbentuk, pembeli tidak perlu repot pergi ke pasar. Tidak perlu macet atau sulit mencari parkir untuk mendapatkan barang yang diperlukan.
Sementara bagi penjual, pasar daring dapat memangkas biaya karena tidak perlu menyewa tempat untuk memajang dagangannya. Ketika kedua belah pihak, baik pembeli maupun penjual, menginginkan keamanan transaksi, pasar daring menyediakan sistem pembayaran yang aman.
Akan tetapi, banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Tokopedia agar pasarnya tetap ramai dikunjungi penjual dan pembeli. Edukasi merupakan salah satu hal yang dapat diberikan Tokopedia kepada mitra penjualnya.
Menjual barang secara luring dan daring memang memerlukan pendekatan dan cara penjualan yang berbeda. Ketika menawarkan barangnya secara luring seperti di toko, pembeli dapat meraba, mencium, bahkan menjajal barang tersebut, seperti kue. Sementara berdagang di dunia maya tentu berbeda lagi.
Kehadiran deskripsi yang rinci, kuat, dan tepat dibutuhkan untuk menggantikan fungsi indera pembeli ketika berbelanja secara daring. Dengan mendapatkan informasi produk secara lengkap, pembeli akan tertarik meski tidak dapat menyentuhnya. Hal seperti ini yang terkadang masih menjadi kendala bagi penjual baru.
”Banyak hal yang kami lakukan untuk membangun infrastruktur. Tidak hanya infrastruktur digital, tetapi juga pemberdayaan, termasuk memberikan edukasi kepada penjual,” kata Garri.
Tokopedia pun terus berkembang di antara percepatan pembangunan infrastruktur. Apalagi, kini Tokopedia telah berstatus perusahaan unicorn yang ditaksir telah memiliki valuasi di atas Rp 15 triliun setelah disuntik dana oleh Alibaba pada Agustus 2017.
Kemampuan tiap penjual untuk menerima materi edukasi setiap penjual di Tokopedia pun berbeda-beda. Dengan demikian, materi edukasi yang diberikan kepada penjual pun diberikan dalam berbagai bentuk.
Selain materi edukasi berbentuk artikel, ada pula yang berbentuk video dan sesi langsung tanya jawab. Berbagai tips disajikan untuk membantu pedagang di laman Tokopedia supaya mendapatkan penjualan yang baik.
Mulai dari cara menamakan produk agar mudah ditemukan pembeli, cara mengunggah foto, menyediakan layanan agar produk mudah ditemukan dengan membayar, hingga hal mendasar untuk memulai bisnis secara daring lainnya.
Kekuatan komunitas
Garri mengatakan, Tokopedia yang saat ini memiliki 2.000-an karyawan tidak mampu memberikan edukasi atau menjawab kesulitan-kesulitan dari 3 juta pedagang. ”Kami memahami kekuatan komunitas sehingga dibentuklah komunitas relawan yang tersebar di 40 kota,” ujarnya.
Relawan itu membentuk kelompok-kelompok untuk berbagi pengalaman dalam berjualan secara daring, yang tergabung dalam top community. Setiap kelompok memiliki ketua komunitas yang menggerakkan anggotanya.
Garri menyebutkan, Tokopedia tidak mengharuskan ketua komunitas mengadakan pertemuan. Semuanya diserahkan pada kebutuhan kelompok masing-masing. Anggota komunitas juga banyak memberikan masukan mengenai kesulitan yang mereka temui ketika berjualan daring, misalnya ada masalah pengiriman.
Bagi penjual di Tokopedia yang berstatus karyawan, pergi ke layanan ekspedisi untuk mengirim barang, misalnya, hanya dapat dilakukan setelah jam pulang kantor. Sementara jam operasional layanan ekspedisi sudah berakhir.
Tokopedia akhirnya menyiasatinya dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan ekspedisi agar dapat melayani pengiriman malam dari penjualnya.
Anggota komunitas juga mendapatkan kesempatan untuk mencoba layanan Tokopedia sebelum diluncurkan kepada publik. Kritik dan saran mereka menjadi salah satu penentu, apakah layanan itu perlu diperbaiki atau bahkan batal digunakan.
Kekuatan komunitas juga dirasakan salah seorang penjual di Tokopedia, Risky Auliadi. Risky berjualan berbagai pernak-pernik aksesori yang terbuat dari clay di Tokopedia. Ketika baru bergabung, Risky terbantu dengan mengikuti pertemuan komunitas yang berbagi tips tentang cara berjualan secara daring.
Risky merupakan salah satu contoh penjual daring yang sukses di Tokopedia. Berjualan secara daring telah mengubah hidupnya. Dari berjualan aksesori seperti gelang dan anting di depan sekolah, kini dia mempekerjakan 17 karyawan.
Pasar digital membuat penjualan produk aksesori clay miliknya berlipat ganda karena dapat menjangkau konsumen di sejumlah tempat. Kini, giliran Risky berbagi kepada komunitas penjual Tokopedia. Dia menjadi pembicara di mana-mana.
Selain memberikan edukasi kepada penjual, menurut Risky, Tokopedia sebagai salah satu pasar daring terbesar di Tanah Air juga sebaiknya memberikan edukasi kepada pembeli.
Edukasi bagi pembeli
Ambil contoh, ujar Risky, masih banyak pembeli yang beranggapan toko daring buka 24 jam. Selain itu, banyak pembeli yang tidak sabar menantikan proses penjualan dan pengiriman barang yang dibeli secara daring.
”Pernah suatu saat sudah pukul 11 malam. Ketika sudah mau tidur, saya iseng mengecek pesan di toko. Tiba-tiba, ada pertanyaan tentang ketersediaan barang yang saya jual. Kan, sudah malam, ya, saya hanya buka pesan itu, tapi tidak saya balas. Karena tidak tahu ketersediaannya, maka harus dicek dulu,” tutur Risky ketika ditemui di bengkel kerjanya di Bogor.
Ternyata, pembeli itu terus bertanya. ”’Niat jualan enggak sih’, sampai begitu pesannya. Padahal, sudah pukul 11 malam. Jadi, kadang penjual juga terbawa emosi,” kata Risky, menuturkan pengalamannya.
Pembeli juga kadang merasa barang yang dipesannya harus segera dikirim. Padahal, untuk penjual yang orderannya ramai, seperti toko Risky, diperlukan waktu untuk memproses pesanan.
Ketika pembeli memasukkan order, bagian pembukuan harus mengecek ketersediaan barang, lalu membuat invoice. Dari situ dikirim ke bagian pengiriman. Dari bagian pengiriman, diteruskan ke perusahaan ekspedisi. Barulah keluar nomor pengiriman yang dapat diberikan kepada pembeli.
Di toko Risky, pengiriman dilakukan dua kali dalam satu hari. ”Butuh proses, jadi tidak langsung setelah order langsung dikirim,” ujar Risky lagi. Beberapa pembeli tidak menyadari proses ini sehingga terus-menerus bertanya kapan barang pesanan mereka tiba.
Edukasi penjual dan pembeli daring sama-sama diperlukan. Apalagi, upaya untuk mendorong pengusaha kecil dan menengah untuk berjualan secara daring sedang digencarkan.
Kekuatan komunitas pun dapat menjadi salah satu cara untuk memberikan edukasi kepada kedua pihak. Bertransaksi di pasar digital memang belum lama dilakukan masyarakat. Masih banyak hal baru yang perlu dipelajari.