Tahun ini, delapan bendungan dijadwalkan selesai dibangun. Bendungan yang sebagian besar mulai dibangun pada 2015 tersebut diperkirakan selesai lebih cepat dari jadwal semula. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan pembangunan bendungan menjadi lebih cepat dari target. Faktor-faktor itu di antaranta pembebasan lahan yang lancar, musim panas yang panjang, serta proses konstruksi yang tanpa henti.
Sebagai bangunan berisiko tinggi, pembangunan bendungan memerlukan proses panjang, mulai dari membuat desain sampai dengan memperhitungkan kondisi geologi dari lokasi tapak bendungan. Selain itu, pengerjaan konstruksi sebuah bendungan memerlukan waktu rata-rata sekitar 4 tahun.
Namun, apakah bendungan yang sudah selesai dibangun berarti langsung bisa dimanfaatkan? Tidak. Bendungan masih perlu diisi dengan air. Mengisinya pun memerlukan waktu yang tidak sebentar. Satu bendungan besar, seperti Bendungan Jatigede di Jawa Barat, perlu setidaknya dua kali musim penghujan. Sementara, bendungan di Nusa Tenggara Timur perlu waktu pengisian hingga tiga kali musim penghujan.
Bendungan di Indonesia kebanyakan didesain untuk beberapa tujuan, terutama mengairi daerah pertanian. Manfaat lain adalah memasok air baku, mengendalikan banjir, hingga menghasilkan listrik tenaga air. Secara keseluruhan, saat ini ada 231 bendungan di seluruh Indonesia.
Untuk bisa mengairi listrik, bendungan perlu dukungan infrastruktur lain, yakni jaringan irigasi. Tanpa jaringan irigasi yang memadai, manfaat bendungan tidak akan maksimal.
Namun, faktanya, ada bendungan yang dibangun tanpa disertai jaringan irigasi. Akibatnya, manfaat bendungan menjadi tidak maksimal.
Secara administratif, wewenang untuk membangun dan merawat jaringan irigasi dibagi menjadi tiga, yakni pemerintah pusat untuk hamparan lahan pertanian di atas 3.000 hektar, pemerintah provinsi untuk hamparan lahan pertanian antara 1.000 hektar sampai dengan 3.000 hektar, dan pemerintah kabupaten/kota untuk hamparan lahan pertanian di bawah 1.000 hektar.
Sampai dengan 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 1 juta hektar jaringan irigasi baru serta memperbaiki 3 juta hektar jaringan irigasi yang sudah ada. Hingga akhir 2017, pemerintah mengklaim pembangunan jaringan irigasi baru telah mencapai 632.098 hektar. Jumlah itu termasuk jaringan irigasi permukaan, rawa, dan air tanah serta 7.838 hektar jaringan irigasi untuk tambak.
Sementara, untuk rehabilitasi jaringan irigasi, pemerintah mengklaim telah memperbaiki sekitar 2,34 juta hektar atau sekitar 78,25 persen dari total jaringan irigasi yang ada. Jumlah tersebut termasuk jaringan irigasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
Namun, untuk mendukung program ketahanan pangan, membangun infrastruktur seperti bendungan dan jaringan irigasi saja tidak cukup. Anggaran pemerintah terbatas, sehingga cakupan irigasi yang sumber airnya dari bendungan baru 10,7 persen dari total 7,3 juta hektar daerah irigasi. Sementara, pemanfaatan air untuk pertanian masih belum efisien.
Tantangan lain adalah alih fungsi lahan persawahan yang mencapai 90.000 hektar per tahun. Di Pulau Jawa sudah sulit menemukan lahan pertanian yang luasnya ribuan hektar dalam satu hamparan. Daerah tangkapan air bagi bendungan juga semakin sempit karena penggundulan hutan, yang diperparah dengan tingkat sedimentasi yang tinggi. Contohnya, Bendungan Gajah Mungkur.
Pada akhirnya, membangun ketahanan pangan bukan semata-mata soal pembangunan infrastruktur. Biaya sebesar miliaran hingga triliunan rupiah untuk membangun bendungan beserta jaringan irigasinya hanya sia-sia jika tidak dibarengi dengan merawat infrastruktur yang sudah ada. Semakin sia-sia jika upaya membangun itu tidak disertai dengan penerapan intensifikasi pertanian.
Di masa depan, kebutuhan pangan akan meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Dengan keterbatasan pasokan -yang berbanding terbalik dengan peningkatan kebutuhan- pangan akan menjadi kebutuhan mahal. Apakah kita sudah memiliki daya tahan terhadap kebutuhan pangan di masa sekarang dan masa mendatang? Mesti diingat, stabilitas negara dibangun salah satunya melalui pangan.