Nuklir Pilihan Terakhir
JAKARTA, KOMPAS--Pembangkit listrik tenaga nuklir masih menjadi kontroversi di banyak negara di dunia. Salah satu pertimbangan penolakan penggunaan nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik adalah dampak radiasinya.
Indonesia menempatkan nuklir sebagai pilihan terakhir.
Direktur Power Gen Asia Heather Johnstone mengatakan, tidak ada sikap moderat dari para pihak saat membicarakan, apakah nuklir cocok atau tidak untuk sumber energi pembangkit listrik.
Hanya ada dua kubu, yaitu pendukung nuklir dan pihak yang menentang nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik. Namun, beberapa negara masih menempatkan nuklir sebagai pilihan untuk sumber energi pembangkit listrik.
"Nuklir masih menjadi kontroversi. Tidak ada pihak yang di tengah. Kalau tidak mendukung, ya pihak tersebut adalah yang menentang nuklir. Dampak radiasi nuklir, apabila terjadi gangguan atau kebocoran, menjadi pertimbangan utama bagi mereka yang tidak memilih nuklir sebagai sumber energi pembangkit," kata Heather dalam diskusi peluncuran Hari Listrik Nasional ke-73, Selasa (10/7/2018), di Jakarta.
Heather menambahkan, peristiwa gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang pada 2011 hingga menyebabkan kerusakan reaktor nuklir di Fukushima memberi kesan negatif terhadap penggunaan nuklir sebagai energi pembangkit listrik. Paparan radiasi nuklir terhadap lingkungan yang juga membahayakan keselamatan manusia masih menjadi pertimbangan utama bagi negara yang hendak mengembangkan nuklir. Namun, masih ada sejumlah negara yang memanfaatkan nuklir sebagai tenaga pembangkit listrik.
"Bahkan, Inggris dalam beberapa tahun mendatang berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir," ujar Heather.
Pilihan terakhir
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Heru Dewanto mengatakan, di Indonesia, nuklir masih menjadi pilihan terakhir untuk dikembangkan sebagai sumber energi pembangkit listrik. Pemanfaatan batubara masih sangat dominan dalam bauran energi pembangkit listrik atau lebih dari 50 persen. Apalagi, sumber daya batubara di Indonesia terbilang melimpah dan mudah dikembangkan.
"Isu ketenagalistrikan di Indonesia masih seputar memenuhi akses terhadap listrik untuk seluruh warga negaranya. Cara yang paling murah dengan mengembangkan batubara sebagai sumber energi primer pembangkit listrik," ujarnya.
Mengenai pilihan penggunaan nuklir, pemerintah mengakui nuklir belum menjadi fokus dalam pengembangan energi baru dan terbarukan untuk listrik. Apalagi, penolakan tenaga nuklir di Indonesia masih terbilang tinggi. Jika nuklir ingin dijadikan pilihan sebagai energi pembangkit listrik di Indonesia, perlu dukungan politik yang kuat.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, disebutkan, penggunaan energi nuklir untuk pembangkit listrik merupakan pilihan terakhir.
Pertimbangannya, pemanfaatan nuklir membutuhkan standar keamanan kerja dan keselamatan tinggi, serta bahaya radiasi nuklir bagi lingkungan.
Selain batubara, tenaga panas bumi menjadi prioritas utama pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia.
Hari Listrik
Hari Listrik Nasional ke-73 akan diperingati dengan serangkaian acara, seperti diskusi dan pameran. Acara tersebut akan dilaksanakan pada 18-20 September 2018 di Jakarta. Pameran akan diikuti pelaku industri di bidang ketenagalistrikan. Adapun diskusi akan menghadirkan pakar dan pengambil keputusan dari dalam dan luar negeri.
Menurut Ketua Panitia Pelaksana Hari Listrik Nasional ke-73 Noesita Indriani, ada salah satu sesi diskusi yang melibatkan para pemangku kepentingan, khusus membahas perlu atau tidaknya insentif untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Sesi diskusi itu akan menghadirkan sejumlah narasumber yang menjelaskan pengalaman mengembangkan energi terbarukan dari negara masing-masing.
Hasil dari diskusi tersebut diharapkan dapat menjelaskan mengenai perlu atau tidaknya insentif untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo saat meresmikan pembangkit listrik tenaga bayu di Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu mengatakan, insentif untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia belum diperlukan. Menurut Presiden, hal yang paling penting adalah mempermudah proses perizinan, bukan pemberian insentif.