Pembelian Kembali Untuk Jaga Stabilitas Harga Saham
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Dalam tiga bulan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG bergerak fluktuatif mengikuti persepsi pelaku pasar modal terhadap gejolak ekonomi global. Aksi pembelian kembali saham dinilai sebagai langkah jitu untuk menjaga stabilitas harga saham di tengah gejolak saat ini.
Pada penutupan perdagangan Rabu (11/7/2018), IHSG berbalik menguat 11,59 poin atau 0,197 persen ke level 5.893,359. Padahal, sejak pembukaan perdagangan, IHSG langsung berada di zona merah dan sempat berada di posisi terendah di level 5.822,75.
IHSG selamat dari aksi jual saham yang menggoyahkan mayoritas bursa saham di kawasan Asia pada perdagangan kemarin.
Indeks Shanghai Composite merosot 1,76 persen, sedangkan Hang Seng Hong Kong melemah 1,29 persen. Adapun Nikkei 225 turun 1,19 persen.
Gejolak pasar modal paling terasa terjadi setelah cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 2018. Pada saat itu, investor asing melancarkan aksi jual, salah satunya akibat kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed.
IHSG bahkan sempat berada di titik terendah sepanjang 2018, yakni di level 5.667 pada akhir Mei. Hingga perdagangan kemarin, IHSG melemah 7,27 persen sejak awal tahun.
Sepanjang perdagangan kemarin, investor asing membukukan beli bersih Rp 431,57 miliar. Meski demikian, sejak awal tahun, investor asing masih membukukan jual bersih Rp 50,671 triliun.
Vice President Research Department PT Indosurya Bersinar Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan, emiten dapat melakukan pembelian kembali saham (buyback) untuk mengembalikan stabilitas harga saham. Aksi ini merupakan upaya untuk mengurangi jumlah saham yang beredar di publik.
“Pembalian kembali untuk menjaga stabilitas harga, tetapi tidak serta-merta membuat harga saham naik. Kalaupun naik, hal itu karena animo investor yang merasa manajemen emiten serius dalam merawat saham mereka,” ujar William.
Hal senada disampaikan Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali. Menurut dia, berkurangnya jumlah saham emiten yang beredar di publik secara otomatis dapat meningkatkan laba per lembar saham karena tingkat rasio pembaginya menurun.
Peningkatan laba per lembar saham, lanjut Frederik, akan memicu potensi kenaikan nilai pembagian dividen bagi investor. Hal ini dapat menjadi daya tarik investor untuk mencari saham emiten yang melakukan aksi pembelian kembali saham.
“Akan tetapi, aksi ini patut dicoba emiten-emiten dengan gejolak harga saham tinggi, karena pembelian kembali saham berfungsi untuk menekan volatilitas harga saham,” ujarnya.
Pelonggaran aturan
Secara terpisah, Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono W Widodo menyatakan akan menggodok aturan pelonggaran persyaratan calon emiten dalam mencatatkan saham di BEI. Hal ini untuk meningkatkan jumlah perusahaan tercatat di BEI.
“Hal ini menjadi salah satu target direksi BEI yang baru untuk dikebut tahun ini,” ujarnya.
Hingga kemarin, ada 27 perusahaan yang mencari dana di pasar modal.