JAKARTA, KOMPAS — Industri jasa konsultan sangat membutuhkan payung hukum berupa undang-undang. Industri ini dinilai berkembang pesat. Namun, payung hukum yang ada baru UU Jasa Konstruksi, yakni UU No 2 Tahun 2017.
Padahal, jasa konsultan bukan hanya di bidang konstruksi. ”Total ada 17 jasa konsultan. Memang yang terbanyak, sekitar 80 persen, adalah konsultan konstruksi, tetapi yang 20 persen sisanya juga memegang peran yang sangat penting dan dibutuhkan. Mereka juga harus punya payung hukum,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Ikatan Konsultan Indonesia (Inkindo) Nugroho Pudji Rahardjo saat Rapat Kerja Nasional di Jakarta, Jumat (13/7/2018).
Payung hukum ini sangat penting karena akan ada perlindungan, pengakuan, dan peningkatan kapasitas terhadap industri jasa konsultan. ”Kami sudah menyusun draf undang-undang dan menyerahkan ke Badan Legislasi DPR untuk digodok dan diajukan sebagai inisiatif DPR,” kata Nugroho.
Nugroho mengatakan, untuk jasa konsultan konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjadi dewan pembina. Sementara untuk jasa konsultan di luar bidang konstruksi, Inkindo sudah membahas bersama Bappenas, dan Bappenas sudah bersedia menjadi dewan pembina jasa konsultan nonkonstruksi.
”Pembangunan infrastruktur yang sangat masif ini akan menimbulkan berbagai dampak, baik negatif maupun positif. Bagaimana mengurangi dampak buruk dan juga mengoptimalkan hasil pembangunan itu, perlu konsultan,” kata Nugroho.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPN Inkindo Leonardo J Hehanussa menambahkan, perlindungan terhadap konsultan itu sangat dibutuhkan untuk menentukan billing rate, batas upah minimal bagi konsultan. ”Saat ini, upah untuk konsultan sangat rendah sehingga pekerjaan sebagai konsultan tidak menarik dan akhirnya industri konsultan kekurangan sumber daya manusia,” kata Leonardo.
Indonesia yang akan menikmati bonus demografi pada tahun 2030 harus didampingi oleh konsultan yang andal.
Perlindungan terhadap konsultan juga dibutuhkan karena banyaknya regulasi yang saling bertentangan dan membuat konsultan berada di kondisi yang sulit seperti terkena tindak pidana korupsi. ”Contohnya proyek dengan sistem pembayaran lumsum. Proyek seperti ini seharusnya fokus pada hasil, bukan pada proses. Namun, ada regulasi lain yang mengharuskan auditor memeriksa proses pekerjaan hingga ke detail pengeluaran. Sistem yang bertentangan seperti ini sangat menyulitkan konsultan,” kata Leonardo.
Dalam rakornas itu, DPN Inkindo juga sedang menyusun peta jalan Inkindo hingga usia 50 tahun pada tahun 2029 nanti. ”Kami ingin konsultan tidak hanya menjadi pelengkap dalam pembangunan, tetapi juga menjadi pionir dalam pembangunan,” kata Leonardo.
Peta jalan ini akan terbagi menjadi tiga tahap, yakni tahap 2018-2022, tahap 2022-2026, dan tahap 2026-2030. ”Banyak tantangan dan peluang konsultan untuk berbenah diri, bagaimana konsultan bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan tidak hanya menjadi pelengkap. Konsultan harus jadi pionir dalam pembangunan. Inkindo mandiri demi keunggulan negeri,” tegasnya.
Sementara Wakil Ketua Inkindo Bidang Bisnis dan Profesi Ronald Sihombing Hutasoit mengatakan, Indonesia yang akan menikmati bonus demografi pada tahun 2030 harus didampingi oleh konsultan yang andal. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas, sertifikasi, dan akreditasi menjadi penting. ”Inkindo sudah didampingi oleh Bappenas di tingkat nasional. Untuk daerah, Bappenas telah meminta Bappeda setempat untuk mendampingi konsultan di daerah,” kata Ronald.
Saat ini, Bappenas dan Inkindo sudah mendatangi Bappeda Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan akan mendatangi 13 provinsi lagi untuk pendampingan itu.