JAKARTA, KOMPAS – Pelarangan pemakaian antibiotic growth promotor atau AGP mulai tahun ini dinilai jadi salah satu faktor pemicu melonjaknya harga telur ayam. Harga pengganti AGP, menurut peternak, lebih tinggi.
Pemakaian AGP telah dilarang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Permentan itu berlaku sejak 12 Mei 2017, tetapi pengawasan pelaksanaannya dimulai tahun 2018.
Pasal 15-20 peraturan itu memuat larangan pemakaian obat sebagai antibiotik imbuhan pakan. Selain meninggalkan residu yang dinilai berbahaya bagi kesehatan manusia, pemakaian antibiotik meningkatkan kekebalan kuman terhadap antimikroba. Namun, antibiotik tetap diperkenankan untuk keperluan terapi dengan petunjuk dan pengawasan dokter hewan.
Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, Singgih Januratmiko mengatakan, pelarangan tersebut berpengaruh pada lonjakan harga telur saat ini. Sebab, AGP dapat mempercepat pertumbuhan ayam.
Menurut Ketua Bidang Antar Lembaga Asosiasi Obat Hewan Indonesia Andi Wijanarko, AGP dapat disubstitusi dengan probiotik, prebiotilk, minyak esensial, acidifier, dan obat-obat berbahan herbal. “Perbedaan harga antara subtitusi AGP dengan AGP berkisar 5–10 persen,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (13/7/2018).
Tanpa AGP, kata Andi, pengelolaan peternakan perlu mendapatkan perhatian lebih terutama di sisi sanitasi. Pertumbuhan ayam juga mesti diperhatikan setiap hari, tidak hanya diberi pakan lalu ‘ditinggal’.
Pengelolaan peternakan dan penggantian AGP itu dinilai Andi dapat dilakukan di tingkat peternak. Dari pemerintah, dia berharap, proses perizinan obat-obat hewan herbal yang dapat menggantikan AGP dapat dipercepat.
Di sisi lain, menurut Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Ali Agus, larangan penggunaan AGP tidak disertai riset bahan substitusi. Akibatnya, rekomendasi pengganti AGP terlambat dan sulit diakses peternak.
Saat ini, Ali tengah mengembangkan riset penggantian AGP dengan minyak esensial. “Saya masih menelitinya hingga mencapai tingkat efektivitas yang optimal,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Ali berharap, pemerintah memprioritaskan kebijakan yang mendukung riset substitusi AGP. Bantuan dana juga dibutuhkan dalam penelitian ini.