Industri Gim Buru Pasar Internasional
JAKARTA, KOMPAS--Industri gim Indonesia mulai aktif memburu pasar internasional. Upaya ini untuk mengimbangi pangsa pasar di dalam negeri yang masih kecil akibat serbuan gim asing.
Pendapatan industri gim Indonesia pada 2017 ada di urutan ke-16 dunia, atau naik satu peringkat dalam setahun.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf di sela-sela Bekraf Game Prime 2018, Sabtu (14/7/2018), di Jakarta, menyebutkan, berdasarkan lembaga riset gim, Newzoo, nilai industri gim Indonesia mencapai 882 juta dollar AS pada 2017 atau naik 200 juta dollar AS dalam setahun. Dengan nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Jumat (13/7), sebesar Rp 14.358 per dollar AS, nilai industri gim Indonesia pada 2017 sekitar Rp 12,663 triliun.
Rata-rata pertumbuhan industri gim di Indonesia 25-30 persen per tahun. Dengan pertumbuhan yang konsisten, nilainya diproyeksikan sebesar 1,82 miliar dollar AS pada 2021.
"Melihat data Newzoo, industri gim Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Kami telah menetapkan, aplikasi dan gim sebagai satu dari tiga subsektor prioritas. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto ekonomi kreatif memang baru 1,68 persen, tetapi pertumbuhan subsektor ini cukup tinggi," ujar Triawan.
Dilihat dari sisi sebaran platform gim, sekitar 77 persen gim lokal didistribusikan di ponsel pintar berbasis sistem operasi Android. Sisanya ada di ponsel pintar sistem operasi IoS, komputer PC melalui Steam, dan permainan konsol.
Meski demikian, Triawan mengakui, pangsa pasar gim Indonesia di dalam negeri kurang dari lima persen. Karya asing justru lebih dominan. "Kualitas gim lokal tidak kalah dengan asing. Kami optimistis penguasaan pasar di dalam negeri bisa ditingkatkan lebih tinggi, misalnya sampai 10 persen hingga lima tahun mendatang. Berbagai permasalahan industri kami coba bantu, mulai dari kesulitan akses permodalan, pendaftaran hak kekayaan intelektual, hingga fasilitasi pemasaran ke internasional," tutur dia.
Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Narenda Wicaksono menambahkan, industri gim Indonesia menunjukkan kemajuan dalam tiga tahun terakhir. Ia mencontohkan, saat ini kolaborasi antara pengembang, penerbit, produser perangkat gim, media, dan pemerintah. Namun, Narendara mengingatkan, permasalahan klasik dan utama industri gim, yaitu keterbatasan sumber daya manusia, mesti segera diselesaikan.
Sepanjang 2018, gim Indonesia membukukan prestasi internasional. Gim Ghost Parade karya studio gim Lentera Nusantara telah diluncurkan penerbit gim internasional Aksys Game di Anime Expo Los Angeles, Amerika Serikat, 6 Juli 2018. Gim sidecrolling dua dimensi bertemakan hantu-hantu dari seluruh nusantara ini segera hadir di platform Nintendo Switch, Playstation 4, dan komputer PC via Steam.
Dreadout, gim horor buatan studio Digital Happiness Bandung, diunduh lebih dari satu juta kali pengguna ponsel pintar di seluruh dunia. Setelah dibuatkan versi film indie oleh fans Thailand tahun 2016, Dreadout kini masuk produksi film di Indonesia dan dijadwalkan tayang pada 2019. Harapannya, setelah itu, Dreadout bisa dibuat versi dari berbagai negara di dunia.
Pada 5 Juli 2018, melalui penerbit gim Toge Production Tangerang, gim Ultra Space Battle Sprawl resmi dirilis di platform Nintendo Switch. Gim ini adalah buatan Mojiken Studio Surabaya.
Studio gim Agate bersama penerbit asal Inggris, PQube, akan merilis gim Valthirian Arc:Hero School Story ke dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Jepang, Korea, dan Mandarin. Pada triwulan IV-2018, gim itu juga bakal bisa diakses melalui platform Nintendo Switch dan Playstation 4.
Saat ini, baru ada 200 studio gim di Indonesia. Gim karya mereka tergolong bagus dan beberapa di antaranya masuk ke pasar internasional.
Akan tetapi, jumlah studio gim sebanyak itu, industri gim Indonesia menjadi kurang mampu berdaya saing dalam hal penguasaan pasar. Ditambah lagi, satu studio rata-rata baru mampu menghasilkan tiga karya gim.
"Ada kesenjangan antara kebutuhan industri gim dan suplai sumber daya manusia dari institusi pendidikan. Belum ada lembaga pendidikan yang berani menyatakan diri mengembangkan pendidikan (produksi) gim. Sebagai upaya jalan keluar, beberapa anggota asosiasi mengajar di universitas," kata Narendra.
Terkait investasi, Narenda menambahkan, kenyataan yang sering terjadi adalah investor masih banyak yang ragu-ragu untuk menyuntikkan modal ke perusahaan gim lokal. Akibatnya, rata-rata nilai suntikan baru sekitar dua juta dollar AS. Situasi ini berbeda dengan di Vietnam yang rata-rata investasi sudah mencapai sekitar 57 dollar AS dan di Korea Selatan sebesar miliaran dollar As.
Gim buatan Agate Studio, yakni Valthirian Arc:Hero School Story, diproduksi menggunakan dana dari laman kumpul dana publik (crowdfunding) Kickstarter.com. Total dana terkumpul lebih dari 30.000 SGD.
"Investor harus diedukasi terlebih dahulu. Proses memproduksi gim berbeda dengan karya ekonomi kreatif lainnya. Untuk satu gim, misalnya, butuh waktu sedikitnya tiga tahun agar bisa diterima di pasar," ujar Narenda.