JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah memastikan akan menambah jumlah rumah subsidi yang dibiayai melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP hingga menjadi 60.000 unit. Untuk mencapai target penyaluran yang saat ini masih rendah, pemerintah berharap PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dapat mempercepatnya.
“Sekarang target FLPP 42.000 unit, nanti dengan keikutsertaan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), (jumlah FLPP) bisa bertambah sampai 60.000 unit. Memang jumlah penyaluran saat ini masih sedikit. Tapi nanti dengan ikutnya BTN kembali dalam skema FLPP, mudah-mudahan target penyaluran akan tercapai,” kata Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lana Winayanti, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Hingga 6 Juli, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) mencatat, baru menyalurkan untuk 10.829 unit rumah subsidi dari target 42.000 unit hingga akhir tahun. Penyaluran itu senilai Rp 1,2 triliun dari dana yang disediakan sekitar Rp 4,5 triliun.
Saat ini pemerintah tengah mematangkan rencana penurunan porsi pembiayaan pemerintah untuk FLPP, dari 90 persen menjadi 75 persen. Sementara, porsi perbankan akan naik dari 10 persen menjadi 25 persen. Hal itu dimungkinkan dengan dukungan dana murah dari PT SMF (Persero). Jika terlaksana, dengan dana yang ada, jumlah rumah subsidi yang dibiayai pemerintah akan bertambah menjadi setidaknya 60.000 unit.
Menurut Lana, penyaluran FLPP yang rendah hingga kini terkait erat dengan kesiapan bank pelaksana. Saat ini, sebanyak 8 bank nasional dan 32 bank pembangunan daerah yang bekerja sama dengan pemerintah menyalurkan FLPP. Namun, kemampuan atau kapasitas BPD dalam menyalurkan FLPP masih kurang.
Pemerintah bersama PT SMF (Persero) berupaya meningkatkan kapasitas tersebut melalui pendampingan dan pembuatan prosedur operasi standar dalam penyaluran kredit pemilikan rumah FLPP bagi BPD. Dengan bergabungnya BTN menjadi bank pelaksana KPR FLPP, pemerintah berharap terjadi percepatan dalam penyerapan KPR FLPP. Saat ini, proses penyaluran FLPP oleh BTN hanya tinggal penandatanganan perjanjian kerja sama operasional (PKO) antara BTN dengan PPDPP.
“Dengan BTN ikut serta kembali menyalurkan FLPP, maka diharapkan bisa meningkatkan kinerja penyaluran FLPP. Saat ini perjanjian kerja sama operasional (PKO) dengan BTN sedang dalam proses persiapan. Namun alokasi jumlah FLPP bagi BTN belum diputuskan,” ujar Lana.
Secara terpisah, Direktur Utama PT SMF (Persero) Ananta Wiyogo mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dana untuk mendukung rencana pemerintah menambah jumlah KPR FLPP. Dana yang disiapkan sebesar Rp 2,1 triliun yang berasal dari penyertaan modal negara (PMN), ekuitas, dan pasar modal. Dana tersebut akan disalurkan kepada bank pelaksana FLPP. Dari perhitungan PT SMF, dengan perubahan porsi tersebut, jumlah rumah subsidi yang dibiayai akan bertambah menjadi 72.000 unit.
Sektor informal
Menurut Lana, selain program pembiayaan melalui FLPP, pemerintah juga mempersiapkan program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) untuk menyasar sektor informal, seperti pedagang atau petani. Melalui program tersebut, mereka tidak memiliki pendapatan tetap dan termasuk masyarakat berpenghasilan rendah akan didampingi untuk menabung di bank minimal selama 6 bulan.
Kemudian, pemerintah akan membantu uang muka ketika membeli rumah hingga kisaran 30 persen dari harga rumah. Dana yang disiapkan sebesar 215 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun yang merupakan pinjaman dari Bank Dunia. Adapun 5 bank yang telah menandatangani kesepakatan kerja sama adalah BTN, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Artha Graha, Bank Jateng, dan Bank BJB.
Proyek percontohan untuk pelaksanaan program BP2BT menurut rencana akan dilakukan di beberapa kota di Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Pemerintah akan merekrut individu atau lembaga swadaya masyarakat yang bertugas menjadi pendamping.