JAKARTA, KOMPAS--Kendati neraca perdagangan Juni 2018 surplus, namun neraca perdagangan semester I-2018 masih defisit. Untuk itu, ekspor perlu digenjot. Daerah perlu berkontribusi meningkatkan ekspor.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 surplus 1,74 miliar dollar AS. Adapun neraca perdagangan Januari-Juni 2018 defisit sebesar 1,2 miliar dollar AS.
Penurunan nilai impor nonmigas yang cukup tajam, yaitu 36,27 persen dibandingkan dengan Mei 2018 menjadi faktor utamanya. Dibandingkan dengan Mei 2018, impor barang konsumsi pada Juni 2018 anjlok 41,85 persen. Kondisi yang sama juga terjadi pada impor bahan baku/penolong dan barang modal, yang masing-masing turun 35,21 persen dan 37,81 persen.
Sementara, nilai ekspor Juni 2018 justru turun signifikan, yaitu 19,8 persen dari Mei 2018. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan pada Juni 2018 akibat penurunan nilai impor yang jauh lebih dalam dari penurunan nilai ekspor.
Kepala BPS Suhariyanto dalam paparannya di Jakarta, Senin (16/7/2018), mengatakan, pada periode Januari-Juni 2018, neraca perdagangan bulanan hanya dua kali surplus, yakni pada Maret dan Juni. Empat bulan lainnya defisit.
Pemerintah perlu menutup defisit dengan meningkatkan ekspor. Peran daerah sangat dibutuhkan dalam menopang ekspor nasional.
"Kontribusi ekspor terbesar pada Januari-Juni 2018 adalah Jawa Barat sebesar 16,62 persen, Jawa Timur sebesar 10,49 persen, dan Kalimantan Timur 10,34 persen. Kontribusi ketiga daerah itu terhadap ekspor nasional sebesar 37,45 persen," ujarnya.
Selain meningkatkan ekspor, Suhariyanto berharap pemerintah menambah pasar-pasar ekspor baru nontradisional. Pemerintah juga perlu serius merealisasikan subtitusi impor dan meningkatkan nilai tambah produk impor.
Sektor jasa
Pertumbuhan sektor jasa dalam negeri meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kinerja ekspor sektor jasa Indonesia masih kurang kompetitif akibat sejumlah hambatan, di antaranya pengenaan pajak pertambahan nilai (PPn) 10 persen.
Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Prio Pambudi, menilai, penyesuaian kebijakan dan paket insentif masih jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, khususnya dalam memaksimalkan potensi sektor ekspor jasa.
“Tantangan yang dihadapi pemerintah adalah penanganan sektor jasa dilakukan terlalu banyak lembaga dengan regulasi yang tidak saling bersinergi,” ujarnya dalam dialog publik bertema ‘Peluang dan Tantangan Ekspor Jasa Indonesia’ di Auditorium Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Senin.
Pemerintah membagi jasa menjadi 12 sektor, di antaranya bisnis, komunikasi, distribusi, lingkungan hidup, dan pariwisata. Ke-12 sektor ini ada dalam pengawasan 23 kementerian/ lembaga dan 53 direktorat jenderal.