JAKARTA, KOMPAS -- Salah satu alasan turunnya suplai telur ayam yang sebabkan kenaikan harga ialah pelarangan penggunaan AGP atau antibiotic growth promotor. Padahal, AGP tidak berdampak signifikan pada produktivitas.
Pelarangan penggunaan AGP menjadi salah satu isi Peraturan Menteri Pertanian 14/2017 yang mulai efektif diawasi pada awal 2018. "Pada umumnya, peningkatan produktivitas akibat AGP mencapai 5-10 persen, tetapi dengan syarat ayam indukan dan kondisinya baik. Kebanyakan di Indonesia berada di bawah angka itu," tutur Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (16/7/2018).
Oleh sebab itu, Fadjar mengatakan, pihaknya mengimbau peternak untuk menggunakan subtitusi AGP. Bagi produsen obat hewan yang menyediakan subtitusi AGP, pemerintah akan memberikan kemudahan dalam pendaftaran produk.
Menurut Fadjar, saat ini peternak tengah berada dalam masa transisi dan beradaptasi dengan pelarangan AGP tersebut. "Namun, kami sadar pilihan subtitusi AGP yang biayanya sama dengan AGP itu terbatas karena produksinya belum semassal AGP," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Antar Lembaga Asosiasi Obat Hewan Indonesia Andi Wijanarko mengatakan, perbedaan biaya antara AGP dengan campuran subtitusinya sebesar 5 - 10 persen lebih tinggi. AGP dapat disubstitusi dengan probiotik, prebiotilk, minyak esensial, acidifier, enzim, dan obat-obat berbahan herbal.
Belum maraknya produksi pengganti AGP dinilai Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Ali Agus diakibatkan oleh keterlambatan riset yang membuat peternak sulit mengakses bahan subtitusi (AGP) dengan harga murah. "Seharusnya, pelarangan AGP disertai riset bahan subtitusi," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional Feri sepakat dengan pelarangan penggunaan AGP demi kesehatan konsumen. Namun, dia mengatakan, produktivitasnya menurun 5 persen sehingga penambahan populasi menjadi salah satu solusi.
Turunkan harga
Mengenai kenaikan harga telur ayam, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta para pelaku untuk menurunkan harga dalam waktu sepekan ke depan. "Dalam sepekan ke depan harus ada tren penurunan harga. Pelaku-pelaku usaha di rantai pasok telur tidak boleh terlalu tinggi mengambil profit. Mereka juga harus terdaftar. Kalau tidak terdaftar, kami akan menindak mereka," tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin sore.
Apabila dalam sepekan tidak ada kecenderungan harga turun, Enggartiasto mengatakan, pihaknya akan mengintervensi pasar. Intervensi tersebut berupa menjual langsung telur-telur yang ada di integrator-integrator.
Di sisi lain, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fini Murfiani mengklaim, suplai tidak bermasalah. Menurutnya, kenaikan permintaan sebesar 20-30 persen tidak diantisipasi sehingga harga telur meningkat.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengklaim, produksi telur ayam pada Januari - Juni 2018 mencapai 886.871 ton untuk mencukupi kebutuhan pada periode yang sama sebesar 873.674 ton. "Artinya, ada surplus sebanyak 13.197 ton," katanya.
Padahal, Feri mengatakan, ada penyusutan produksi sebesar 20 persen. Dia memaparkan, 5 persen diakibatkan oleh penyakit dan sisanya regenerasi ayam petelur yang sudah tua.
Revisi harga
Struktur harga pada produksi telur ayam akan diubah. "Pembahasannya di Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, kira-kira pekan ini," ucapnya.
Akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), harga pakan akan naik lagi. "Kira-kira akan naik sekitar Rp 200 - Rp 350 per kilogram (kg)," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Desianto Budi Utomo.
Harga acuan yang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan 58/2018 juga dinilai tidak lagi realistis oleh Feri. Menurut perhitungannya, saat ini biaya produksi telur mencapai sekitar Rp 19.000 - Rp 22.000 per kg. Angka ini lebih tinggi dibandingkan harga yang ada pada aturan tersebut. (JUD)