CIREBON, KOMPAS - Sebagian petani di sentra padi Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terpaksa tidak menggarap sawah karena kesulitan air. Selain tambah biaya, petani juga terancam gagal panen.
Kondisi sulit air terpantau di Cirebon utara, seperti Kecamatan Suranenggala dan Kecamatan Kapetakan, Selasa (17/7/2018). Tanah di sawah retak-retak. Akibatnya, padi tidak bisa tumbuh.
Saluran irigasi mendangkal. Di bagian dasar irigasi teknis tampak lumpur bercampur sampah plastik.
”Saya pasrah. Sudah dua kali tanam, tapi padinya tidak tumbuh karena kekeringan dan dimakan hama tikus,” ujar Wadina (46), petani di Suranenggala. Bekas gigitan tikus tampak pada batang padi yang terpotong.
Wadina mengatakan, ia merugi Rp 2,5 juta karena gagal tanam hingga dua kali. Biaya itu untuk mengolah lahan dengan traktor, membayar upah buruh tanam, dan sewa mesin pompa air.
”Kalau masih tanam lagi, kemungkinan besar gagal karena pasokan air belum pasti. Saya sudah tidak kuat tenaga dan uang untuk menanam,” ujar pemilik lahan seluas satu bahu (sekitar 0,7 hektar) itu.
Damuri (51), petani Suranenggala lain, juga dua kali gagal menanam padi dengan penyebab sama. ”Padahal, padi sangat membutuhkan air hingga umur dua bulan. Kalau pasokan air minim pasti gagal panen,” ujar Damuri.
Kekeringan, menurut Damuri, membuat dia kehilangan 5 ton gabah kering panen (GKP) dari lahan seluas 2,5 bahu (1,75 hektar). ”Saya sudah rugi Rp 5 juta. Setiap musim gadu (April-September), di sini selalu kesulitan air dan petani pasti merugi,” katanya.
Saat ini, dua hari sekali ia harus mengeluarkan uang minimal Rp 55.000 untuk bahan bakar mesin pompa air. Hanya dengan cara itu sawahnya terairi. Apalagi, wilayah utara Cirebon menjadi daerah yang paling akhir mendapatkan air dari saluran irigasi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Ali Efendi mengatakan, selain Suranenggala dan Kapetakan, lahan pertanian yang mulai kesulitan air adalah Gunung Jati, Mundu, dan Pangenan.
”Dari laporan yang kami terima, belum ada yang gagal panen. Tetapi, ada sekitar 145 hektar sawah yang terancam,” ujar Ali.
Ali mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung untuk menambah pasokan air irigasi dari Waduk Jatigede ke Cirebon. ”Cirebon mendapatkan air 16 meter kubik per detik. Jika kurang, kami akan koordinasikan lagi,” ucapnya.
Selama ini, pasokan air dari Waduk Jatigede untuk irigasi disalurkan melalui Bendung Rentang di Majalengka sebelum masuk dua saluran induk, yakni
Sindupraja dan Cipelang.
Saluran induk Sindupraja lantas menyalurkan air untuk 20.620 hektar sawah di Cirebon, 36.000 hektar sawah di Indramayu, dan lebih dari 100 hektar sawah di Majalengka.
Sementara itu, saluran induk Cipelang mengairi lebih dari 30.000 hektar sawah di Indramayu dan 300 hektar sawah di Majalengka. (IKI)