JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah bank membukukan kinerja positif pada semester I-2018. Hal itu antara lain ditandai dengan laba bersih yang tumbuh dua angka secara tahunan.
Laba bersih PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk per akhir Juni 2018 tumbuh 16 persen dalam setahun, menjadi Rp 7,44 triliun. Bank BUMN lainnya, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk membukukan laba bersih Rp 1,42 triliun atau tumbuh 12 persen dibandingkan dengan akhir Juni 2017.
Sementara, laba bersih PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk pada akhir semester I-2018 sebesar Rp 1,09 triliun atau tumbuh 17 persen dalam setahun.
Direktur Konsumer BNI Tambok P Setyawati dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/7/2018), mengatakan, pertumbuhan laba ditopang pertumbuhan pendapatan bunga bersih dan perbaikan kualitas aset. Aset BNI per Juni 2018 sebesar Rp 734,19 triliun. “Pertumbuhan kredit dan pengelolaan rasio kredit bermasalah (NPL) yang optimal, baik, dan berhati-hati, menjadi kunci pertumbuhan pendapatan bunga bersih dan aset,” katanya.
Kredit yang disalurkan BNI pada semester I-2018 sebesar Rp 457,81 triliun atau tumbuh 11,1 persen secara tahunan. Pertumbuhan kredit itu ditopang segmen korporasi swasta yang tumbuh 11,6 persen, BUMN yang tumbuh 8,6 persen, dan usaha kecil yang naik 14 persen.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni menambahkan, perbankan menghadapi tantangan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Sebab, hal itu berpotensi meningkatkan suku bunga perbankan di tengah pelambatan pertumbuhan kredit. Untuk itu, BNI berupaya menjaga biaya dana bank dan margin bunga bersih.
“Fokus kami adalah meningkatkan dana murah serta menjaga kredit-kredit berkualitas atau yang memberikan imbal hasil yang cukup tinggi. Kami optimistis pada akhir tahun ini penyaluran kredit BNI bisa tumbuh 13-15 persen,” kata Baiquni.
Per akhir Juni 2018, sekitar 63,8 persen dana pihak ketiga BNI berupa dana murah.
Sementara, berdasarkan Survei Perbankan triwulan II-2018 yang dilakukan BI, pertumbuhan kredit tahun ini menguat dibandingkan tahun sebelumnya. Kredit pada 2018 diperkirakan tumbuh 11,6 persen secara tahunan.
"Risiko kenaikan suku bunga kredit sampai dengan akhir 2018 masih ada. Kenaikan suku bunga kredit itu terjadi antara lain karena kenaikan suku bunga acuan BI dan meningkatnya biaya dana perbankan," ujar Direktur Eksekutir Departemen Komunikasi BI Agusman.
BTN dan BTPN
Sementara itu, Bank BTN menargetkan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh di atas 20 persen pada akhir tahun ini. Selain relaksasi rasio pinjaman terhadap aset, faktor pendorong lain adalah penyaluran KPR, baik melalui subsidi selisih bunga maupun fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
“Program sejuta rumah tidak hanya berupa KPR subsidi, tapi juga KPR nonsubsidi. Tahun ini BTN menargetkan menyalurkan KPR subsidi 600.000 unit dan KPR nonsubsidi 150.000 unit," kata Direktur Utama BTN, Maryono.
Hingga akhir semester I-2018, BTN menyalurkan kredit Rp 211,35 triliun atau tumbuh 19,14 persen dalam setahun. Pendorong utamanya adalah kredit perumahan yang tumbuh 19,76 persen, menjadi Rp 191,3 triliun. Dari kredit perumahan itu, porsi KPR, baik subsidi maupun nonsubsidi, lebih dari 73,5 persen.
Melalui siaran pers, Direktur Utama BTPN Jerry Ng menyebutkan, transformasi dan inovasi digital yang dilakukan BTPN telah menurunkan biaya operasional hingga 12 persen secara tahunan, menjadi Rp 2,4 triliun. "Hal itu berpengaruh positif terhadap kemampuan perusahaan mencetak keuntungan," katanya.
Pertumbuhan laba bersih BTPN jauh di atas pertumbuhan penyaluran kredit yang sebesar 2 persen, menjadi Rp 67,8 triliun.