Utang luar negeri Indonesia per Mei 2018 sebesar 358,635 miliar dollar AS. Jumlah itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 182,546 miliar dollar AS serta utang swasta 176,087 miliar dollar AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sedang melemah. Jika dihitung dalam rupiah, nilai utang luar negeri membesar seiring pelemahan rupiah. Dengan nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate pada Rabu (18/7/2018) sebesar Rp 14.406 per dollar AS, utang luar negeri Indonesia per Mei itu setara dengan Rp 5.166 triliun.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia (BI), sebagian besar utang Indonesia tersebut dalam mata uang dollar AS. Dari total utang 358,635 miliar dollar AS, sebesar 242,427 miliar dollar AS atau 67,6 persen di antaranya dalam dollar AS. Dengan demikian, logis, jika kebutuhan dollar AS menjelang masa pembayaran cicilan utang dan bunga utang meningkat.
Mesti diingat, utang ini tak semata-mata dari pihak lain di luar perusahaan, seperti lembaga keuangan atau bank. Pemberian pinjaman dari perusahaan induk yang berkantor pusat di luar negeri kepada anak usahanya di dalam negeri juga dihitung sebagai utang. Investasi langsung dari perusahaan induk dan perusahaan afiliasi di luar negeri kepada perusahaan di dalam negeri juga diperhitungkan sebagai utang luar negeri. Dana tersebut mengalir dari luar negeri ke dalam negeri, sehingga dihitung sebagai utang luar negeri.
Terkait pelemahan rupiah terhadap dollar AS, kondisi itu menimbulkan persoalan tambahan. Terutama, bagi entitas atau perusahaan yang pendapatannya dalam rupiah. Sebab, ada potensi ketidaksesuaian antara pendapatan dengan utang yang harus dibayarkan. Dalam situasi rupiah yang melemah, perusahaan akan memerlukan lebih banyak rupiah untuk membayar utang dollar AS.
Jauh-jauh hari BI sudah mengantisipasi kondisi semacam ini. Bagi perusahaan yang memiliki utang dalam valuta asing, ada aturan mengenai penggunaan lindung nilai. Dengan cara ini, perusahaan tidak akan kelabakan saat nilai tukar rupiah melemah. Sebab, kebutuhan untuk membayar cicilan utang dan bunga utang sudah disiapkan dengan nilai tukar yang terukur, jauh sebelum masa jatuh tempo.
Saat ini kondisi perekonomian dunia sedang diliputi ketidakpastian. Kondisi global membuat situasi yang dihadapi satu negara bisa memengaruhi negara lain. Persoalan perdagangan antara China dan Amerika Serikat, misalnya, bisa memengaruhi negara lain, termasuk perusahaan yang bergerak di sektor perdagangan. Pertumbuhan ekonomi China yang tahun ini diperkirakan lebih rendah dari tahun lalu, misalnya, juga memengaruhi negara lain yang memiliki hubungan dagang dengan China. Secara tidak langsung, juga akan memengaruhi perusahaan yang bergerak di sektor perdagangan.
Harapannya, semua kondisi itu tak akan memengaruhi kemampuan perusahaan dan negara untuk membayar cicilan dan bunga utang luar negeri. Sebab, utang mestinya sudah diperhitungkan dengan matang, baik besaran maupun pembayarannya, termasuk terkait nilai tukarnya. Dengan demikian, tak ada istilah gagal bayar.