JAKARTA, KOMPAS--Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 yang sebesar 5,06 persen turut mengerek harga sejumlah saham emiten penyalur barang-barang konsumsi. Sebab, kendati hanya tumbuh tipis dibandingkan triwulan I-2017 yang sebesar 5,01 persen, namun memberi sinyal perekonomian dalam negeri berlangsung produktif.
Pertumbuhan ekonomi ini juga menjadi sentimen positif bagi pergerakan saham emiten ritel barang konsumsi.
Harga saham PT Mitra Adiperkasa Tbk, misalnya, sejak awal tahun ini hingga Selasa (24/7/2018), naik 29,03 persen. Pada Juni lalu, harga saham emiten berkode MAPI ini menyentuh angka tertinggi, yakni Rp 945 per lembar.
Dari sisi kinerja, pendapatan usaha MAPI pada triwulan I-2018 mencapai Rp 4,31 triliun atau tumbuh 19,39 persen dalam setahun, sedangkan labanya Rp Rp 369,31 miliar atau tumbuh 534 persen dalam setahun.
“Investor memandang MAPI masih memiliki prospek baik hingga akhir tahun ini. Selain daya beli masyarakat masih baik, dari sisi fundamen MAPI cukup kuat menyasar segmen pasar kalangan menengah atas,” ujar pendiri LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo, di Jakarta.
Segmen pasar menengah-atas dinilai tidak terlalu terdampak kondisi perekonomian sehingga potensi pertumbuhan penjualan MAPI masih terbuka pada semester II-2018.
Kinerja positif juga dibukukan emiten ritel yang menyasar pasar konsumen di daerah, yakni PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Sejak awal 2018, harga saham RALS naik 16,67 persen. Penjualan Ramayana tumbuh 3,9 persen pada semester I-2018, dengan kontribusi terbesar dari produk busana.
Lucky menilai, saham dari emiten ritel produk konsumsi masih memiliki ruang untuk tumbuh hingga 3 persen sampai dengan akhir 2018. Ruang pertumbuhan yang tidak terlalu besar itu, menurut Lucky, menandakan kondisi perekonomian tidak akan mengalami perubahan yang signifikan hingga akhir tahun ini.
“Saham dari emiten-emiten ritel masih memiliki ruang untuk tumbuh. Akan tetapi, pasar harus menyadari bahwa harga saat ini sudah tinggi dan mencapai batas optimum sehingga hanya menyisakan ruang yang sempit untuk tumbuh,” kata Lucky.
Hal berbeda terjadi pada pergerakan saham dari emiten grup Lippo, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang sepanjang tahun ini merosot hingga 42,04 persen. Perusahaan ini sempat agresif melebarkan sayap bisnis, sehingga harga sahamnya mencapai Rp 525 per lembar. Namun, pada perdagangan kemarin, harga saham MPPA ditutup pada posisi Rp 262 per lembar.
Analis Indovest Semesta Sekuritas, Aditya Perdana Putra, mengatakan, hampir seluruh emiten Grup Lippo, termasuk MPPA mengalami penurunan kinerja pada 2017.
Dorong belanja
Keberhasilan kinerja perusahaan sektor ritel dan konsumsi pada triwulan II-2018 dinilai sulit bertahan hingga akhir tahun. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah dalam mendorong belanja masyarakat menjadi penentunya.
Pengajar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jakarta, Lana Soelistianingsih, memperkirakan, pertumbuhan harga saham di sektor ritel dan konsumsi akan stagnan. "Laporan indeks konsumsi triwulan II-2018 mengesankan, tetapi kondisi ini tidak akan bertahan hingga akhir tahun," ujarnya.
Menurut Lana, kondisi triwulan II-2018 didukung faktor kebijakan pemerintah, seperti penyaluran tunjangan hari raya dan dana kesejahteraan. Namun, berbagai kebijakan itu dinilai hanya berdampak sementara.
Dari sisi pelaku, Lana berpendapat, reaksi perusahaan terhadap pelemahan rupiah akan diperhatikan investor.
"Jika perusahaan menaikkan harga jual produk, akan berisiko bagi daya beli masyarakat. Jika harga dipertahankan, ada kenaikan penjualan tetapi disertai kenaikan modal produksi yang tercantum dalam laporan kinerjanya," tuturnya.