JAKARTA, KOMPAS --Kementerian Keuangan akan kembali memasarkan Surat Berharga Negara ritel berbasis sistem elektronik pada Semester II-2018. SBN ritel daring ini menyasar investor domestik berusia muda untuk mengantisipasi tekanan arus modal keluar.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider CH Siahaan kepada Kompas, Selasa (24/7/2018), mengatakan, pemerintah akan memasarkan SBN ritel dalam tiga kali penerbitan pada tahun ini. Langkah ini bagian dari upaya memperdalam pasar SBN domestik untuk mengantisipasi ketidakpastian perekonomian di tingkat global.
“SBN ritel direncanakan kembali terbit pada triwulan III dan IV tahun ini, setelah sebelumnya Surat Berharga Ritel 003 dipasarkan pada Mei 2018,” kata Scenaider.
Menurut Scenaider, target investasi yang akan dihimpun SBN ritel mencapai Rp 2,5 triliun dalam satu triwulan. Target lebih tinggi dari penjualan Surat Berharga Ritel 003 (SBR 003) daring pada 14-25 Mei lalu, yang membukukan investasi Rp 1,9 triliun. SBR 003 menawarkan investasi Rp 1 juta-Rp 3 miliar. Tenornya selama dua tahun, yang jatuh tempo pada 20 Mei 2020.
SBN ritel merupakan jenis surat berharga yang tidak dapat diperdagangkan. Saat ini pemerintah tengah mematangkan besaran imbal hasil SBN ritel yang akan dipasarkan pada triwulan III dan IV. Penyesuaian imbal hasil mengacu pada BI 7- Days Reverse Repo Rate sebesar 5,25 persen ditambah selisih yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
Tahun ini, target utang bruto pemerintah sebesar Rp 856,48 triliun. Realisasi per awal April mencapai Rp 325,25 triliun atau 37,98 persen. Sementara, target utang neto pemerintah sebesar Rp 414,52 triliun. Adapun realisasinya Rp 144,19 triliun atau 34,78 persen.
SBN ritel ditargetkan menyumbang Rp 30 triliun. Nilai ini mencakup obligasi ritel, sukuk ritel, dan SBN ritel daring. Target SBN ritel daring sebesar Rp 1 triliun. (Kompas, 7/4/2018)
Sentimen positif
Secara terpisah, Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede berpendapat, SBN ritel daring menjadi sentimen positif bagi calon investor baru, terutama anak muda dari kalangan karyawan swasta dan mahasiswa. Pembelian SUN ritel daring cukup mudah karena dipasarkan melalui internet oleh agen ditunjuk pemerintah. Namun, pemerintah tetap harus menyiapkan kupon menarik.
“Kupon menarik tentu imbal hasil yang kompetitif. Imbal hasil SBN ritel setidaknya berkisar 7-7,5 persen dengan pertimbangan suku bunga acuan BI 5,25 persen,” kata Josua.
Imbal hasil yang kompetitif bisa menarik lebih banyak investor domestik. Mereka akan mengisi pasar keuangan di tengah tekanan kuat arus modal keluar. Saat ini kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, memicu keluarnya investor asing dari pasar keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Menurut Josua, imbal hasil yang kompetitif juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk bersaing dengan perbankan. Imbal hasil SBN ritel diprediksi akan bersaing dengan suku bunga deposito. Kondisi itu terjadi karena pemerintah dan perbankan berlomba-lomba menarik investor domestik ke pasar keuangan.
Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri menambahkan, SBN ritel akan berdampak terhadap pembiayaan defisit utang, bukan defisit APBN 2018. Pemerintah juga mesti mengantisipasi jika SBN ritel tidak laku di pasaran karena defisit akan sulit tertutupi. Akibatnya, bisa bermuara pada pemotongan pengeluaran pemerintah.