JAKARTA, KOMPAS - Kolaborasi korporasi mapan dengan perusahaan rintisan bidang teknologi digital terus berlanjut di Indonesia. Implementasinya bisa berupa kerja sama strategis hingga membentuk konglomerasi digital.
Presiden Direktur PT Graha Buana Cikarang dan Direksi Holding Jababeka Group, Sutedja Sidarta Darmono, mengatakan kolaborasi dengan perusahaan rintisan bidang teknologi digital bisa berbentuk program jangka pendek dan panjang. Hal itulah yang coba dilakukan perusahaannya.
Untuk jangka pendek, dia mencontohkan penyediaan kebutuhan operasional bisnis bagi perusahaan rintisan melalui Menara Batavia di Jakarta. Di dalam gedung ini disediakan sarana sewa ruang kerja bersama (co-working space) beserta fasilitas lainnya yang mendukung.
"Area investasi juga kami sediakan agar menunjang keperluan pertemuan perusahaan rintisan dengan calon investor," ujar dia di sela-sela Bizcom Indonesia Investor Gathering: The Possibility of Collaboration Between Established Company and Start Up, Kamis (26/7/2018), di Jakarta.
Sementara rencana jangka panjang, Sutedja menjelaskan bahwa pihaknya berkeinginan membangun kawasan khusus bagi pelaku ekosistem industri digital, semacam Lembah Silikon di Amerika Serikat. Kawasan diisi oleh fasilitas gedung perkantoran, industri, hingga pusat riset digital. Dia akui, strategi ini juga dipakai korporasi pengembang properti lain.
"Dukungan pemerintah terhadap industri digital memuluskan kolaborasi perusahaan mapan dan perusahaan rintisan bidang teknologi digital. Misalnya, program nasional 1.000 Start Up Digital yang berusaha melahirkan perusahaan rintisan baru," tambah dia.
Co-owner Gradana (perusahaan tekfin peminjaman di bidang properti) William Susilo menceritakan, pihaknya telah berkolaborasi dengan perusahaan mapan (establishedcompany), seperti pengembang dan institusi perbankan, untuk mengoptimalkan layanan Gradana. Gradana mempertemukan pihak yang ingin membeli rumah dengan investor penyedia dana segar. Penawaran Gradana adalah skema pembiayaan cicilan uang muka hingga 36 bulan.
Latar belakang pendirian Gradana bermula dari masalah kenaikan pendapatan tidak sebanding dengan peningkatan harga rumah. Salah satu solusi agar warga memiliki rumah adalah mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, tidak semua orang memiliki akses bagus ke perbankan. Ditambah lagi, warga menghadapi momok wajib uang muka bernilai besar.
Di Gradana, penasihat perusahaan berasal dari Bank Sinar Mas. Kata William, ini adalah salah satu bukti kolaborasi perusahaan mapan dengan perusahaan rintisan. Gradana terdaftar dan diawasi oleh Kemkominfo, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Asosiasi Fintech Indonesia.
Sebelumnya, FiberStar (penyedia infrastruktur jaringan fiber optik) bersama unit usaha lain Salim Group telah membentuk program Ekosistem Digital Mikro Salim. Unit usaha Salim Group yang dilibatkan lebih dari lima dan tidak hanya berlatar belakang bisnis digital. Sebagai contoh, CBN, iLotte, Elevenia, Asuransi JAGADIRI, MyPoin, PopBox, PopExpress, OttoPay, dan iSaku.
Peluncuran Ekosistem Digital Mikro Salim dilakukan pada Mei 2018. Untuk mengimplementasikan program, FiberStar selaku penggagas utama menggandeng Agung Podomoro Land melalui unit bisnisnya mal perdagangan. Semua layanan jasa dan produk unit usaha Salim Group dapat dipakai oleh penjual ataupun pembeli di tujuh mal perdagangan milik Agung Podomoro Land. Misalnya, Tanah Abang Blok B, Thamrin City, dan Lindeteves Trade Center.
CEO Bizcom Indonesia (komunitas pelaku bisnis dan investor) Sendra Wong berpendapat, kolaborasi antar perusahaan rintisan bidang teknologi dan perusahaan mapan umumnya mengacu ke prinsip saling mencari untung. Sebagai ilustrasi, dia mencontohkan kerja sama perusahaan angkutan umum dan penyedia aplikasi transportasi. Penyedia aplikasi memperoleh keuntungan, baik dari segi reputasi, modal, maupun data. Sementara korporasi angkutan umum dapat memanfaatkan teknologi yang dimiliki perusahaan rintisan untuk mengoptimalkan bisnis.
Ketua II Asosiasi Modal Ventura Start Up Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja memandang, sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki sejumlah permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya. Konteksnya sangat lokal. Dengan demikian, solusi yang dibuat harus menggunakan pendekatan lokal. Pemakaian teknologi digitalnya harus pas.
"Perusahaan yang sudah mapan memiliki pengalaman panjang menghadapi situasi sosial, ekonomi, dan budaya. Sementara perusahaan rintisan piawai urusan inovasi teknologi digital. Ketika berkolaborasi, keduanya bisa menciptakan solusi yang pas," ujar pria yang juga menjabat sebagai rekan di Convergence Ventures, pemodal ventura bagi perusahaan rintisan khusus pendanaan tahap awal hingga seri B.