JAKARTA, KOMPAS--Pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP menjadi undang-undang akan memberi sentimen positif terhadap pendapatan negara. Obyek PNBP terbagi dalam enam kluster sehingga tata kelola dan kendali keuangan terjaga.
Pemerintah dan DPR mengesahkan RUU PNBP menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-32 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2018). UU PNBP baru menggantikan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP yang telah berlaku 21 tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, RUU PNBP penting untuk memperbaiki tata kelola perpajakan. Selama ini, praktik penyalahgunaan PNBP masih ditemukan, misalnya, pungutan tanpa dasar hukum, setoran pajak yang tidak masuk kas negara, dan penggunaan langsung di luar mekanisme APBN. Kerugian negara akan semakin besar jika RUU PNBP tidak segera disahkan.
“Pengesahan RUU bagian dari upaya mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan fiskal dan mendukung pembangunan nasional,” katanya.
Dalam RUU PNBP, terdapat penyempurnaan dan ruang lingkup perpajakan, antara lain pengelompokan obyek dan tarif PNBP. Obyek PNBP terbagi dalam enam kluster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hal negara lainnya.
Sri Mulyani menambahkan, pengaturan tarif PNBP akan mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta keadilan. Kebijakan pengenaan tarif hingga nol rupiah atau nol persen dimungkinkan dalam kondisi tertentu. Aturan tarif menjadi wewenang penuh Menteri Keuangan dan pimpinan lembaga pengelola PNBP.
Wakil Ketua Komisi XI Achmad Hafisz Tohir mengatakan, pengesahan RUU PNBP disetujui tujuh fraksi serta satu fraksi, yakni F-PKS, menerima dengan catatan. F-PKS menyoroti ketentuan tarif atas jenis PNBP dari pemanfaatan sumber daya alam dengan mekanisme kontrak. Selain itu, layanan dasar umum untuk penduduk miskin mesti dikenakan tarif nol persen.
Memacu target
Sri Mulyani optimistis keberadaan UU PNBP dapat menggenjot target PNBP yang selama ini didominasi kenaikan harga komoditas minyak dan gas. Potensi kenaikan penerimaan PNBP masih dihitung dari berbagai parameter.
Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan total PNBP Rp 349,2 triliun. Realisasi hingga akhir Juni Rp 176,8 triliun atau 50 persen dari target.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, pengesahan RUU PNBP menjadi UU bisa memacu pertumbuhan penerimaan pajak hingga 15 persen per tahun secara bertahap. Sebab, aturan tata kelola baru mengurangi kebocoran anggaran, terutama di sektor-sektor potensial, seperti sumber daya alam. “Kalau justru turun penerimaan pajaknya, berarti perencanaan kurang bagus,” katanya.