Wirausaha Sosial, Semangat Memberdayakan Masyarakat
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengungkapkan, semangat utama dari kewirausahaan sosial adalah menolong masyarakat untuk menyelesaikan persoalan mereka. Upaya untuk membantu masyarakat terbebas dari tekanan baik ekonomi maupun sosial merupakan hal penting dalam aktivisme itu.
“Dalam kewirausahaan sosial itu yang paling penting untuk dilihat adalah bagaimana persoalan di masyarakat itu bisa diselesaikan. Tujuan dari aktivisme itu adalah melakukan pemberdayaan,” kata Hanif, saat menjadi pembicara dalam acara “Dialog Kebangsaan Akademi Kewirausahaan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (AKM Fisipol UGM), di Yogyakarta, Sabtu (28/7/2018) sore.
Adapun pembicara lain yang turut hadir dalam acara tersebut adalah Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo dan budayawan Eros Djarot.
Selanjutnya, Hanif mengungkapkan, ketika berbicara tentang wirausaha sosial, motif utama yang muncul sebenarnya bukanlah ekonomi, melainkan perubahan atau perbaikan yang terjadi dalam masyarakat. Keuntungan ekonomi yang kemungkinan muncul di kemudian hari adalah efek samping dari masifnya suatu gerakan kewirausahaan sosial.
“Ketika kita menyeburkan diri dalam kewirausahaan sosial, tujuan kita adalah terlibat dalam perubahan pada masyarakat. Semangatnya berawal dari mau menolong orang. Motivasi itulah yang mendorong kita terlibat dalam aktivitas itu,” kata Hanif.
Sementara itu, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo menyinggung tentang era disrupsi yang turut mempengaruhi kewirausahaan sosial. Masyarakat desa, yang cenderung menjadi objek dalam aktivisme itu, harus dilibatkan untuk mengisi era tersebut. Sebab, disrupsi dianggapnya tidak sekadar sebagai sebuah perubahan yang menyeluruh dan cepat, tetapi juga membawa keberlimpahan.
“Era disrupsi adalah era keberlimpahan. Jangan sibuk bicara tentang disrupsi sebagai perubahan, tetapi bagaimana keberlimpahannya. Desa harus diajak dalam era tersebut,” kata Hasto.
Hasto mengungkapkan, dalam era itu, masyarakat dituntut untuk selalu kreatif. Alih-alih ikut berkompetisi, masyarakat hendaknya saling berkolaborasi, baik dengan pemerintah maupun dunia usaha. Kolaborasi menjadi kekuatan besar mengingat tren yang terbentuk adalah ekonomi berbagi.
Prinsip ekonomi berbagai sebenarnya sudah dihayati oleh masyarakat desa. Mereka senang untuk membuat sesuatu ataupun berusaha secara bersama-sama. Hal tersebut merupakan poin penting yang sudah dimiliki oleh masyarakat untuk bisa ikut berperan aktif dalam era disrupsi.
“Lokal geniusnya memang lebih senang untuk bersama-sama berusaha,” kata Hasto.
Eros Djarot, budayawan, mengharapkan, kegiatan kewirausahaan sosial itu berbasiskan Pancasila. Menurut dia, prinsip dalam ideologi yang juga mendorong terjadinya keadilan sosial ikut diusahakan dalam aktivisme tersebut.
"Jadi, meski dituntut untuk terus berinovasi, anak-anak muda tetap harus memikirkan aktivismenya dengan kerangka yang sesuai cita-cita bangsa Indonesia," ujarnya.