JAKARTA, KOMPAS--Gairah penyelenggaraan pertemuan, insentif, konvensi, dan eksibisi atau biasa disebut MICE mulai bermunculan di daerah. Namun, arah penyelenggaraannya dinilai belum dikemas sebagai bagian dari upaya menghasilkan nilai bisnis besar untuk kemajuan pariwisata Indonesia.
Vice President Consumer Solution LOKET -perusahaan rintisan bidang teknologi manajemen tiket dan acara- Rama Adrian, Minggu (29/7/2018), di Jakarta, menceritakan, dalam dua hingga tiga tahun terakhir, penyelenggaraan acara atau kegiatan tumbuh pesat. Kegiatan itu berminculan di daerah, tidak lagi terpusat di Jakarta.
Tren ini digerakkan kelompok komunitas pelaku ekonomi kreatif atau individu dari kalangan generasi muda usia produktif. Bentuk acara atau kegiatan itu mencakup seminar, acara bintang-bincang, pameran, lokakarya, hingga hiburan. Skala kegiatan mereka cenderung kecil-menengah.
LOKET telah beroperasi enam tahun, kemudian diakuisisi PT Go-Jek Indonesia pada Agustus 2017. LOKET lebih banyak melayani hubungan bisnis ke bisnis (B2B). Sejak Mei 2018, LOKET menawarkan teknologi layanan manajemen tiket dan acara secara mandiri.
"Penyelenggaraan kegiatan tidak mengenal musim. Setiap pekan hampir selalu ada kegiatan di daerah. Tidak pernah sepi pengunjung," ujar dia.
Selama Januari-Mei 2018, ada sekitar 1.100 permintaan yang masuk ke sistem LOKET. Seluruh permintaan dikurasi agar menghindari kegiatan yang tidak berkualitas.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Rizki Handayani berpendapat, masih banyak pemangku ekosistem industri pariwisata di daerah yang belum memahami konsep MICE. Kenyataan yang kerap terjadi hingga kini, penyelenggara mematok semua kegiatan sebagai bagian dari bisnis MICE.
"Kondisi itu tentunya membutuhkan edukasi. Kami mendorong lebih banyak kegiatan MICE yang menghasilkan nilai bisnis, berdaya saing tinggi, serta kunjungan wisatawan lebih banyak," katanya.
Menurut Rizki, Kemenpar telah menetapkan sembilan strategi pengembangan dan pemasaran MICE. Strategi itu antara lain mendata kegiatan MICE secara akurat, meningkatkan dukungan untuk penawaran lelang MICE berskala internasional agar bisa dibawa masuk ke Indonesia, dan membangun akses.
"Pekerjaan rumah sekarang adalah meningkatkan kualitas penyelenggaraan MICE sehingga berdaya saing. Kami mendorong pemerintah daerah bekerja sama dengan swasta," tambah Rizki.
Mengutip data statistik International Congress and Convention Association (ICCA), pada 2017, Indonesia di peringkat 40 dari 82 negara dalam penyelenggaraan pertemuan. Pada tahun itu, ada 89 pertemuan yang diselenggarakan di Indonesia.
Pencapaian Indonesia di bawah Malaysia (peringkat 37 dengan 112 pertemuan), Singapura (urutan ke-26 dengan 160 pertemuan), dan Thailand (peringkat 25 dengan 163 pertemuan).
Presiden Direktur PT Dyandra Promosindo Daswar Marpaung mengatakan, menurut pengamatan dia, bisnis MICE di Indonesia tetap potensial.