Harga Avtur Melonjak, Garuda Indonesia Merugi Rp 1,6 Triliun
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan kerugian 114 miliar dollar AS atau setara Rp 1,63 triliun (kurs Rp 14.300 per dollar AS) pada semester I-2018. Depresiasi rupiah dan harga bahan bakar yang melambung menekan kinerja keuangan Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia mencetak pendapatan 1,9 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau naik 5,9 persen secara tahunan. Meski pendapatan tumbuh, perseroan tetap merugi karena biaya operasional yang dikeluarkan masih jauh lebih besar, yakni 2,1 miliar dollar AS.
Pun demikian, Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala Nugraha Mansury, Senin (30/7/2018), menyatakan, Garuda Indonesia mampu menekan kerugian hingga 60 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kerugian yang diderita Garuda Indonesia pada semester I-2018 mencapai 114 juta dollar AS. Adapun pada periode yang sama tahun lalu, Garuda Indonesia merugi 284 juta dollar AS.
”Tekanan pada kinerja keuangan karena harga bahan bakar yang meningkat dan depresiasi rupiah,” kata Pahala dalam jumpa pers di Kantor Garuda Indonesia, Jakarta Pusat.
Pahala menyebut, dari semua komponen pengeluaran, biaya bahan bakar menjadi pos pengeluaran tertinggi. Pada semester I-2017, Garuda Indonesia menghabiskan 571,1 miliar dollar AS untuk biaya bahan bakar.
Jumlah tersebut meningkat 12 persen pada semester I-2018 yang mencapai 639,7 miliar dollar AS. Sementara itu, pengeluaran untuk sewa pesawat relatif tetap di angka 517,1 miliar dollar AS.
”Di antara semua pengeluaran, biaya bahan bakar jadi pengeluaran tertinggi. Tetapi, untuk biaya sewa pesawat dapat ditekan,” ucap Pahala.
Penghematan
Meski terus merugi, jajaran direksi Garuda Indonesia tetap optimistis bisa mencapai break event point pada akhir tahun ini. Sejumlah langkah efisiensi atau penghematan akan ditempuh. Salah satunya, mengatur ulang sejumlah rute penerbangan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono menjelaskan, perusahaan memangkas sejumlah rute yang dianggap tidak efektif. Pihaknya memonitor 22 rute yang dinilai membebani biaya operasional. Dari jumlah itu, 11 rute diputuskan dihapus. Contohnya, rute penerbangan Jakarta-Makassar-Sorong yang dipangkas menjadi Jakarta-Sorong.
”Kami mengubah rute, menutup rute yang diimbangi rute baru,” ujarnya.
Pahala menimpali, Garuda Indonesia sepakat menunda penambahan pesawat baru. Hingga saat ini, tercatat ada 202 pesawat yang dimiliki Garuda Indonesia. Pahala memastikan hingga akhir 2018, jumlah pesawat tidak akan bertambah.
Selain itu, guna menambah pendapatan, Pahala berniat tidak hanya mengandalkan dari penumpang. Ia menargetkan menambah pundi-pundi pendapatan dari sumber lain.
Sumber pendapatan lain yang dibidik di antaranya kontribusi anak perusahaan Garuda Indonesia, seperti Citilink, GMF AeroAsia, dan pendapatan dari jasa kargo.
Citilink berkontribusi terhadap pendapatan grup Garuda Indonesia sebesar 16,5 persen. Adapun pendapatan kargo yang pada semester I-2018 tumbuh sebesar 7,6 persen menjadi 124,5 juta dollar AS.
”Kontribusi anak perusahaan saat ini mencapai 26,5 persen,” kata Pahala.