Banyak Konsumen Perumahan Adukan Ketidakjelasan Kepemilikan
Oleh
E02
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Badan Perlindungan Konsumen Nasional kembali melaporkan peningkatan aduan konsumen terkait perumahan selama setengah tahun terakhir. Ketidakjelasan sertifikat hak milik menjadi kasus yang dominan.
Jumlah pengaduan yang datang ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) terus meningkat. Pada 2016, hanya terdapat 10 persen pengaduan yang merupakan konsumen perumahan (Kompas, 28/3/2018). Pada semester I-2018, sebanyak 241 aduan diterima dan lebih dari 85 persen atau 207 aduan terkait sektor perumahan.
"Isu sentral yang menjadi keluhan konsumen adalah sertifikat hak milik. Banyak masyarakat yang telah membeli lunas, tapi tidak mendapatkan hak kepemilikan," kata Ketua BPKN Ardiansyah Parman di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/7/2018).
Kasus mengenai sertifikat hak milik dominan dengan sekitar 80 persen aduan diikuti kasus pembatalan pemesanan unit sekitar 12 persen. Sebanyak 108 konsumen mengadukan masalah yang pendanaannya dilakukan melalui KPR dan 99 langsung oleh pengembang dengan nilai rumah Rp 250 juta sampai Rp 120 miliar per unit.
Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sijintak mengatakan, banyak masyarakat yang masih belum paham aturan membeli rumah. "Izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat yang harusnya selesai sebelum properti dijual, sering tidak diketahui pembeli setelah membayar lunas hunian mereka," kata Rolas.
Selain itu, permainan oleh pengembang yang menutupi status IMB atau pengeluaran cover note yang bukan bukti agunan kredit untuk mengakui bahwa sertifikat sedang dipecah, menjadi kasus paling klasik yang diadukan ke BPKN.
Pakar hukum pertanahan dan properti Eddy Leks menambahkan, ada beragam alasan sertifikat kepemilikan tidak atau telat diterbitkan, antara lain karena tanah bersengketa, tanah masih dijaminkan kepada bank, telatnya pengurusan oleh pengembang untuk menghemat biaya, atau belum selesainya pengurusan dokumen-dokumen tertentu, seperti pertelaan dan Sertifikat Laik Fungsi untuk rumah susun.
Masyarakat pun diingatkan agar memahami Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) untuk mendapatkan hak kepemilikan. Konsumen dapat meminta pendampingan notaris untuk mendapatkan penjelasan tentang hak dan kewajiban, serta agar tidak terbebani dengan perjanjian, sesuai UU Perlindungan Konsumen 8 Tahun 1999 Pasal 18.
Dalam rangka mendapatkan hak kepemilikan dari pengembang, konsumen harus sudah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan mendapatkan AJB. Keduanya merupakan bukti selesainya kewajiban membayar seluruh pajak jual beli.
"Memang tidak semua hal mengenai sertifikat diatur PPJB, seperti pengurusan pengajuan sertifikasi dalam waktu tertentu. Meski kewenangan penerbitan sertifikat ada di Badan Pertanahan Nasional, setidaknya komitmen pengurusan atau pengajuan sertifikat bisa diperjanjikan di dalam PPJB," ujar Eddy.
Rekomendasi
BPKN pun memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah agar meningkatkan pengawasan dalam berbagai tahap transaksi perumahan. "Sebagian besar regulasi sudah memadai, tetapi di lapangan masih perlu adanya pembinaan dan pengawasan pemerintah, baik pusat maupun daerah," kata Ardiansyah.
Rekomendasi kepada pemerintah pusat menunjuk kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). BPKN antara lain meminta adanya pengawasan iklan dan penjualan, penyusunan Standar Baku PPJB, sampai memastikan penegakkan hukum oleh pelaku usaha sektor perumahan.
Mereka juga mengingatkan Otoritas Jasa Keuangan agar menetapkan mekanisme kontrol pada bank untuk memastikan penguasaan sertifikat, serta melakukan pengendalian dan pengawasan penerapan perjanjian baku dengan Kementerian PUPR.
Sebagian besar regulasi sudah memadai, tetapi di lapangan masih perlu adanya pembinaan dan pengawasan pemerintah.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Husna Zahir, yang turut hadir dalam acara tersebut, juga merekomendasikan adanya pemberian pendidikan untuk konsumen oleh setiap sektor di area kewenangannya masing-masing.
"Untuk membenahi masalah perumahan ini harus dari hulu. Hulu mengenai regulasi. Kalau regulasinya cukup, berarti ada masalah di pengawasan. Jadi, kuncinya ada di regulasi dan pengawasan," tambah Husna. (E02)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.