JAKARTA, KOMPAS — Kepala daerah terpilih pada Pilkada 2018 dari 17 provinsi memiliki banyak tantangan untuk memperbaiki ekonomi daerah. Tantangan di antaranya terkait ketergantungan daerah terhadap dana dari pusat dan pengelolaannya.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat melalui dana transfer ke daerah sangat tinggi, hingga 75 persen dari total pendapatan daerah (PAD).
Adapun 17 provinsi yang baru saja melaksanakan pilkada di antaranya Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua juga menggelar pilkada.
”Selain itu, alokasi dana untuk belanja modal juga rendah sebesar 12,7 persen dari 17 provinsi itu,” kata Enny, dalam seminar Kajian Tengah Tahun (KTT) Indef 2018 bertema ”Ekonomi Pasca Pilkada”, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, dari 33 provinsi yang ada, hanya 9 provinsi yang mengalami kenaikan belanja modal terhadap belanja daerah pada 2018. Kesembilan provinsi itu adalah Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, dan Maluku. Provinsi lainnya menurun.
Dengan demikian, mayoritas kepala daerah masih cenderung menggunakan dana untuk penambahan jumlah pegawai, alokasi gaji, dan tunjangan.
Dana yang masuk dalam pendapatan daerah kebanyakan mengendap di perbankan dan biasanya baru dikucurkan pada Desember. Pengendapan tersebut membuat pertumbuhan ekonomi daerah ikut tersendat.