JAKARTA, KOMPA-- Maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membukukan pendapatan operasional 1,9 miliar dollar AS pada semester I-2018. Perolehan pendapatan ini membuat kerugian perusahaan ini berkurang 60 persen, dibandingkan dengan kerugian pada semester I-2017.
Adapun kerugian maskapai BUMN ini pada semester I-2018 sebesar 114 juta dollar AS, lebih baik dibandingkan dengan kerugian pada semester I-2017 yang sebesar 283,8 juta dollar AS.
Dengan nilai tukar Rp 14.409 per dollar AS kemarin, maka kerugian Garuda Indonesia pada semester I-2018 setara dengan Rp 1,642 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N Mansury, mengatakan, pertumbuhan kinerja operasional tersebut ditunjang pertumbuhan jumlah penumpang, peningkatan angkutan kargo, serta peningkatan pendapatan di luar jasa layanan penerbangan.
“Capaian pertumbuhan pendapatan operasional, di tengah tren meningkatnya harga bahan bakar serta depresiasi rupiah terhadap dollar AS, menjadi momentum untuk tumbuh secara progresif,” ujarnya di Jakarta, Senin (30/7/2018).
Pahala menuturkan, jumlah penumpang pada semester I-2018 naik 8,3 persen secara tahunan menjadi 18,7 juta penumpang. Sementara, kargo yang diangkut meningkat 2,7 persen menjadi 225.000 ton. Adapun pendapatan di luar penjualan tiket tumbuh 27,5 persen menjadi 46,3 juta dollar AS.
“Peningkatan pendapatan di luar penjualan tiket dapat membuat perusahaan menjadi lebih stabil dan kuat menghadapi volatilitas nilai tukar mata uang dan harga bahan bakar,” ujar Pahala.
Harga saham
Berdasarkan data RTI Infokom, harga saham Garuda Indonesia sudah turun 22 persen tahun ini. Dalam tiga tahun terakhir, harga saham Garuda Indonesia turun 60,34 persen.
Direktur Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, menganalisis, kinerja bisnis penerbangan Garuda Indonesia masih akan terbebani harga avtur.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Helmi Imam Satriyono, mengatakan, kondisi pasar yang tidak menentu membuat perusahaan membatalkan rencana menerbitkan obligasi 500 juta dollar AS. (DIM)