JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan bahwa operasi PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Papua, tidak boleh terhenti. Pemutusan kontrak operasi Freeport pada 2021 sesuai batas akhir kontrak bukanlah pilihan yang tepat. Faktor sosial dan ekonomi menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam negosiasi divestasi saham Freeport.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, terkait perpanjangan operasi Freeport, ada potensi penyelesaian sengketa di Mahkamah Arbitrase Internasional apabila operasi dihentikan sampai 2021 sesuai masa berakhirnya kontrak. Proses arbitrase bisa berjalan dalam hitungan tahun. Seandainya operasi Freeport tak diperpanjang, perlu waktu untuk memindahkan alat operasi perusahaan tersebut di lapangan.
Bambang menyinggung bunyi Pasal 31 dalam Kontrak Karya Freeport yang ditandatangani pada 1991. Pasal tersebut menyatakan, Freeport berhak memohon dua kali perpanjangan masing-masing 10 tahun secara berturut-turut. Pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan (perpanjangan) itu secara tidak wajar.
"Secara teknis, akan perlu waktu lama untuk memulai lagi operasi tambang seandainya kontrak Freeport dihentikan. Investasinya juga bakal lebih mahal. Akan ada dampak sosial ekonomi apabila operasi tambang di Mimika dihentikan. Sebab, 95 persen PDRB (produk domestik regional bruto) Kabupaten Mimika bergantung pada operasi Freeport," kata Bambang dalam diskusi "Lika-liku Akuisisi Saham Freeport", Senin (6/8/2018), di Jakarta.
Narasumber lainnya dalam diskusi tersebut adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa Syaikhul Islam Ali, pakar geologi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Iwan Munajat, serta Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno. Diskusi tersebut membahas seputar negosiasi antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dengan Freeport McMoran Inc, selaku induk usaha PT Freeport Indonesia, terkait divestasi saham senilai 3,85 miliar dollar AS atau setara Rp 55,4 triliun.
Iwan menambahkan, ada alasan kenapa operasi tambang Freeport tidak boleh sama sekali terhenti. Menurut dia, secara teknis, operasi tambang bawah tanah yang dikelola Freeport di Mimika termasuk yang paling rumit di dunia. Ada potensi terowongan bawah tanah yang dibangun Freeport, yang saat ini panjangnya sekitar 700 kilometer, runtuh apabila tidak dirawat atau ditinggalkan.
"Tidak boleh ditinggalkan. Apabila ada retakan (pada dinding terowongan) atau dinding mengelupas, itu harus segera diperbaiki. Akan membahayakan bila diabaikan. Kalau dibiarkan berlama-lama, bisa hancur (runtuh)," ucap Iwan.
Bernilai strategis
Tambang di Mimika sangat penting bagi operasi Freeport McMoran. Seluruh penjualan dari Freeport McMoran sepanjang 2017, tambang di Mimika berkontribusi sebesar 65 persen. Ini menunjukkan bahwa operasi tambang di Mimika sangat bernilai strategis bagi induk usaha Freeport.
"Tahun lalu, 99 persen penjualan emas Freeport McMoran datang dari Indonesia. Artinya, dari seluruh produk Freeport McMoran, tambang di Papua adalah yang paling bagus," ujar Iwan.
Sementara itu, Syaikhul mengatakan, ditandatanganinya dokumen kesepakatan (head of agreement/HOA) antara Inalum denan Freeport McMoran terkait divestasi beberapa waktu lalu sudah merupakan kemajuan berarti. Pasalnya, aturan divestasi saham Freeport di Indonesia banyak dicantumkan dalam undang-undang, peraturan pemerintah, maupun dalam kontrak karya itu sendiri.
"Dengan adanya HOA yang ditandatangani itu, sudah kemajuan berarti. Apalagi, perjanjiannya dalam level yang sama, yaitu antarperusahaan (Inalum dengan Freeport). Bukan antara negara dengan perusahaan," kata Syaikhul.
Menurut Fajar, rangkaian divestasi saham Freeport oleh Inalum sebaiknya tidak dimaknai sebagai upaya menasionalisasi, tetapi merupakan sebuah proses aksi korporasi yang sudah diatur dalam undang-undang.
Dokumen HOA ditandatangani pada Kamis (12/7/2018) oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan Direktur Freeport McMoran Inc Richard Adkerson di Jakarta. Dokumen itu memuat struktur transaksi divestasi dan nilai transaksi yang disebutkan sebesar 3,85 miliar dollar AS. Inalum menargetkan proses divestasi dapat tuntas dalam kurun dua bulan sejak penandatanganan HOA.