JAKARTA, KOMPAS — Selain program pembiayaan rumah subsidi, pemerintah mengejar target satu juta rumah dengan program pembangunan rumah susun sederhana sewa atau rusunawa. Saat ini, proyek pembangunan rusunawa yang mencapai 15.000 unit telah dilelang pemerintah.
”Dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kontribusi penyediaan perumahan dalam Program Satu Juta Rumah hanya sekitar 20 persen. Kemudian, sekitar 30 persennya adalah pembiayaan ataupun subsidi. Maka, kami juga mendorong swasta untuk terlibat,” tutur Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid, Selasa (7/8/2018), di Jakarta.
Dalam Program Satu Juta Rumah, direncanakan 70 persennya merupakan rumah yang dibangun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, disediakan pembiayaan perumahan melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan subsidi selisih bunga (SSB).
Untuk pembangunan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah oleh pemerintah, dibangunlah rusunawa. Dari target 15.000 unit, hingga akhir Juli yang terbangun sebanyak 364 unit.
Khalawi mengatakan, seluruh paket proyek pembangunan 15.000 unit rusunawa tahun ini sudah dilelang dan masuk tahap konstruksi. Dana pembangunan rusunawa tahun ini Rp 4,3 triliun dari total anggaran Ditjen Penyediaan Perumahan sebesar Rp 9,8 triliun. Pembangunan rusunawa rata-rata perlu waktu 5 bulan sehingga dijadwalkan selesai pada November 2018.
”Penerima manfaat, semisal pemerintah daerah, kementerian, lembaga, atau yayasan, yang menyediakan tanahnya. Lalu, rusunnya kami bangun dan kemudian hibahkan. Untuk tarif sewa, penentunya adalah pemda sesuai dengan upah minimum regional masing-masing,” ujar Khalawi.
Secara terpisah, pengajar Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Institut Teknologi Bandung, M Jehansyah Siregar, mengatakan, rusunawa di kawasan perkotaan negara maju disediakan bagi kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, tetapi tergolong rendah. Pendapatan mereka akan habis jika mereka harus menyewa hunian komersial atau membeli hunian.
”Keberadaan mereka penting karena kalau tidak didukung perumahan umum, mereka akan membuat permukiman kumuh atau tinggal di tempat jauh yang bisa mengurangi produktivitas mereka,” kata Jehansyah.
Menurut Jehansyah, penyediaan rusunawa sebagai perumahan umum (public housing) tidak bisa hanya sebatas pengadaan barang atau konstruksi. Sebab, kebutuhan rumah umum di Indonesia terutama kawasan perkotaan sangat besar.
Demikian pula agar biaya pembangunan efisien, rusunawa mesti dibangun dalam skala besar. Maka, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 yang menargetkan 550.000 unit rusunawa bukanlah angka yang muluk-muluk. Sebab, kebutuhannya memang besar, bahkan lebih dari itu.