Saat ini Perum Bulog bukan satu-satunya pemasok atau penyalur beras dalam program bantuan pangan non tunai atau BPNT. Dalam program itu, pemasok lain seperti pedagang atau produsen beras dapat memasok beras ke e-warong atau agen-agen bank BUMN. E-warong adalah warung elektronik gotong-royong.
Ketika masih menyalurkan program beras untuk masyarakat pra sejahtera (rastra), Bulog setidaknya menyalurkan sebanyak 2,7 juta ton beras rastra setiap tahun. Pelaksanaan program BPNT yang dilakukan bertahap diperkirakan akan terlaksana penuh pada 2019.
Dengan BNPT yang terlaksana penuh, artinya peluang Bulog menyalurkan beras untuk program BPNT akan berkurang. Saat ini, Bulog menyalurkan beras untuk masyarakat miskin melalui program bantuan sosial (Bansos) sekitar 1 juta ton. Dengan kondisi itu, nantinya sebanyak 1,7 juta ton beras Bulog belum memiliki pasar yang jelas.
Potensi penjualan beras Bulog dalam program BPNT tidak dapat diketahui secara pasti. Sebab, Bulog tidak ditunjuk sebagai satu-satunya penyalur. Dengan kata lain, Bulog harus bersaing dengan pemasok lain.
Bulog juga belum tentu dapat menyalurkan beras cadangan beras pemerintah dalam jumlah besar. Pasalnya, penyaluran cadangan beras pemerintah sangat tergantung pada permintaan pemerintah untuk kebutuhan bencana alam, bantuan ke luar negeri, atau operasi pasar.
Pemerintah telah mengalokasikan cadangan beras pemerintah sebesar 1,5 juta ton selama setahun. Namun, selama ini penggunaan cadangan beras pemerintah hanya sekitar 250.000 ton. Artinya, sekitar 1,25 juta ton beras yang dialokasikan untuk cadangan beras pemerintah tidak sepenuhnya dapat terpakai. Bahkan, dapat menjadi beban Bulog dalam pengelolaannya.
Oleh karena itu, Bulog harus memperluas bisnis beras komersial. Agar mampu memperluas penjualan beras komersial, Bulog juga harus semakin efisien dalam pengadaan gabah. Salah satu caranya agar lebih efisien adalah dengan membeli langsung gabah dari petani dan mengolah gabah menjadi beras komersial.
Untuk efisiensi juga, Perum Bulog tidak hanya dibutuhkan investasi mesin pengering dan penggilingan padi, termasuk mesin pengolah beras. Namun, perusahaan BUMN itu juga perlu mengubah mentalitas jajarannya di daerah. Dengan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun pada 2016, Bulog memang berencana melakukan tahapan tender pengadaan mesin pengering dan penggilingan terintegrasi atau modern rice milling plant.
Akan tetapi, realisasi operasional mesin pengering dan penggilingan itu diperkirakan baru terlaksana pada 2019. Dengan kondisi seperti ini, Bulog seharusnya mempercepat pengadaan mesin pengering dan penggilingan yang sudah dialokasikan melalui PMN tahun 2016.
Perubahan mentalitas jajaran Bulog di daerah juga sangat penting dalam proses penyerapan gabah petani. Jajaran Bulog di daerah harus menjalin kemitraan dengan lebih banyak kelompok petani.
Upaya untuk berubah memang tidak mudah. Namun, mesti dilakukan jika ingin berhasil menghadapi persaingan dan perubahan model bisnis.
Dengan fasilitas mesin pengering dan penggilingan terintegrasi di sejumlah daerah, diharapkan Bulog bisa semakin efisien. Efisiensi itu terutama dalam bisnis mengolah gabah menjadi beras komersial. Dengan demikian, Bulog akan seperti perusahaan-perusahaan swasta yang lain. (Ferry Santoso)