TENGGARONG, KOMPAS--Komitmen pasti dari perusahaan kontraktor kontrak kerja sama yang mengelola wilayah kerja minyak dan gas diperkirakan mencapai 2 miliar dollar AS sampai dengan akhir 2018. Komitmen kerja pasti antara lain berupa komitmen perusahaan kontraktor kerja sama untuk melakukan eksplorasi atau penemuan sumur-sumur baru untuk meningkatkan produksi minyak dan gas.
Komitmen itu bisa ditagih pelaksanaannya.
Hal itu disampaikan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi dalam serah terima alih kelola wilayah kerja (WK) minyak dan gas Sanga Sanga di Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dari Vico Indonesia kepada PT Pertamina (Persero), Selasa (7/8/2018) malam. Mulai Rabu (8/8), Pertamina mengelola WK Sanga Sanga.
"Yang sudah tanda tangan komitmen kerja pasti saat ini senilai 642 juta dollar AS dan yang belum tanda tangan sekitar 500 juta dollar AS. Sampai akhir tahun, diperkirakan sekitar 2 miliar dollar AS," kata Amien.
Komitmen kerja pasti merupakan komitmen perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dalam eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi.
Komitmen kerja pasti harus dikerjakan perusahaan KKKS dalam 5 tahun. Jika tidak terealisasi atau hanya terealisasi sebagian, pemerintah melalui SKK Migas dapat menagih pelaksanaannya.
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Bambang Manumayoso, mengatakan, tahun ini PT Pertamina Hulu Sanga Sanga, anak usaha PT PHI, berencana mengebor dua sumur baru. Pada 2019, ditargetkan 29 sumur baru akan dibor.
Presiden Direktur Vico Indonesia Tumbur Parlindungan mengakui, dalam 20 tahun terakhir, Vico Indonesia tidak melakukan eksplorasi di WK migas Sanga Sanga. Alasannya, tidak ada kepastian perpanjangan kontrak di WK itu dari pemerintah. Padahal, potensi migas di WK Migas Sanga Sanga masih besar.
Secara terpisah, salah seorang inisiator Extractive Industries Transparency Initiative atau EITI Indonesia, Erry Riyana Hardjapamekas, menyebutkan, saat ini masih ada ruang yang berpotensi menimbulkan praktik korupsi akibat pengelolaan sumber daya ekstraktif -seperti minyak, gas bumi, atau batubara- yang kurang transparan.
“Semangat transparansi adalah mendapat kejelasan mengenai jumlah yang harus disetorkan perusahaan kepada negara, yaitu royalti," kata Erry. (FER/APO)