BANDUNG, KOMPAS – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo terpilih sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) periode 2018-2021. Perry menggantikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Perry terpilih dalam rapat pleno ISEI yang dihadiri sejumlah pengurus pusat dan cabang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Bandung, Kamis (9/8/2018) malam.
Rapat pleno bagian dari rangkaian seminar nasional dan kongres ISEI XX bertema “Memperkuat Produktivitas Perekonomian Indonesia: Harmonisasi Sektor Formal dan Informal” pada 8-10 Agustus 2018 di Bandung.
Selama masa kepemimpinannya, kata Perry, ISEI akan berkontribusi nyata terhadap kemajuan ekonomi nasional melalui rumusan kebijakan, riset dan kualitas akademis, dan pengembangan profesionalisme.
Kontribusi ISEI terwujud dalam penguatan peran dalam perumusan strategi pemerintah, aktif meningkatkan kualitas akademik dan riset di perguruan tinggi, serta menjalin kerjasama lintas profesi.
Peran aktif organisasi profesi diperlukan dalam mewujudkan target Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi tahun 2045. Berdasarkan studi Bank Indonesia, pendapatan Indonesia tahun 2045 bisa mencapai 15,911 dollar AS per kapita dengan produk domestik bruto (PDB) 6,4 persen. Proyeksi itu bisa tercapai jika bonus demografi bekerja produktif.
“Kalau bonus demografi justru menjadi masalah, Indonesia bisa masuk jebakan pendapatan menengah,” kata Perry dalam rapat pleno ISEI di Bandung, Kamis malam.
Saat ini setidaknya ada tiga tantangan terberat yang mesti dihadapi Indonesia, yakni kondisi ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif, upaya membangun perekonomian bersama termasuk peningkatan produktivitas, serta mempersiapkan dan memanfaatkan potensi ekonomi dan keuangam digital. Tantangan itu bisa dihadapi jika terjalin sinergi antarapemerintah, asosiasi profesi, dan pengusaha.
Sebelumnya dalam pembukaan ISEI, Rabu (8/8/2018) malam, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, ekonomi nasional tumbuh secara konsisten. Namun, peningkatan bisa lebih optimal apabila kualitas penggunaan anggaran bisa diperbaiki.
Ongkos internal pemerintah daerah seharusnya tidak lebih tinggi dari alokasi anggaran pembangunan daerah. Sebab, pendorong utama produktivitas adalah kemajuan infrastruktur.
Pemerintah mesti mengakui ketertinggalan ekonomi dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Selain karena produktivitas domestik yang relatif rendah, Indonesia dinilai terlambat menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan sejumlah negara tujuan ekspor. Akibatnya, ekspor beberapa komoditas, seperti sawit dan garmen terhambat.