Sumber daya ekstraktif seperti minyak, gas bumi, mineral, dan batubara, masih menjadi ladang subur para pemburu rente. Kondisi transparansi yang masih rendah di bisnis ini menjadi simpul suburnya praktik perburuan rente. Penegakan hukum yang lemah memperburuk situasi.
Siapa yang tahu pasti, ke mana kekayaan alam yang dijual ke luar negeri? Berapa volumenya? Berapa nilainya? Seberapa banyak yang menjadi bagian negara? Kalau tak ingin disebut gelap, situasinya masih samar-samar.
Memang ada instansi yang bertanggung jawab, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS). Kementerian ESDM adalah kementerian teknis yang membawahi sektor tambang mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi. Adapun Kementerian Perdagangan mengurusi penjualan sumber daya alam ekstraktif ke luar negeri.
Urusan pencatatan volume merupakan wewenang BPS. Faktanya, pencatatan antarinstansi pemerintah itu berbeda jauh, baik di BPS, Kementerian ESDM, maupun Kementerian Perdagangan. Menurut penelitian Article 33 Indonesia, dalam 10 tahun terakhir, ada selisih 9-14 persen untuk volume ekspor batubara Indonesia. Selisih itu mencapai 432 juta ton dengan perkiraan nilai Rp 10,9 triliun-Rp 23,7 triliun. Nilai itu adalah selisih angka yang tidak tercatat sebagai potensi penerimaan negara bukan pajak. Kemana dana-dana itu? Gelap.
Inisiator Extractive Industries Transparency Initiative atau EITI Indonesia, Erry Riyana Hardjapamekas menyebutkan, masih ada masalah transparansi dalam tata kelola sumber daya ekstraktif di Indonesia. Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi itu mengakui, tak semua perusahaan di bidang tambang terbuka kepada publik.
Urusan penerimaan negara memang masuk ranah publik. Rakyat berhak tahu nilai uang dari sumber daya alam yang dikomersialkan perusahaan. Tentu saja, yang paling penting, ke mana uang itu dan untuk apa. Rakyat, sebagai warga negara, juga punya hak atas hasil pengelolaan sumber daya alam.
Upaya mendorong praktik transparansi tak bisa didorong satu kelompok saja. Pemerintah selaku pengambil kebijakan memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengatur tata kelola pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. Mandat kekayaan alam Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat harus dipegang teguh. (Aris Prasetyo)