Menggapai Mimpi untuk Negeri
Dunia mengakui para pendiri dan CEO usaha rintisan yang kini berlabel unicorn atau memiliki valuasi setidaknya 1 miliar dollar AS ini. Ada empat unicorn di Indonesia, yakni Tokopedia, Bukalapak, Go-Jek, dan Traveloka.
Kerap kali, para pendiri dan CEO empat unicorn ini tampil dalam suatu acara untuk berbagi ilmu. Mereka juga menyemangati anak-anak muda Indonesia untuk bersaing di industri digital dunia.
Pendiri dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim merasa lega setiap pagi. Sebab, perusahaan yang ia rintis membantu banyak orang memperoleh pekerjaan dan mengakses layanan digital. Perekonomian usaha kuliner yang bermitra dengan Go-Jek juga tumbuh pesat meskipun tidak memiliki dapur dan restoran.
Bagi Nadiem, ada kebanggaan telah ikut berkontribusi terhadap Indonesia.
Baginya, setiap hari adalah berkah yang hebat dan patut disyukuri.
Setiap pagi, ia bangun dengan energi yang meluap-luap, berlimpah ide, dan tidak memiliki batasan untuk berinovasi. Ia tak sabar ingin berkreasi bersama timnya.
Nadiem yang mengaku sesekali sulit tidur, berusaha menyisihkan waktu untuk berolahraga. Ia menyempatkan diri membaca buku dan bercengkerama dengan anak perempuannya.
Bagi Nadiem, privasi adalah hal yang harus selalu dijaga. Jika ada waktu luang, sedapat mungkin dinikmati bersama keluarga dan sahabat. Upaya ini sekaligus untuk menjaga agar energinya selalu penuh. Oleh karena itu, pada momen seperti ini, ia tak pernah membicarakan soal pekerjaan.
Namun, popularitasnya membawa konsekuensi. Nadiem -yang hingga kini tetap sering naik ojek- mengaku, kerap menerima curhat dari pengemudi ojek. Namun, tak jarang, pengemudi ojek itu justru grogi saat memboncengkan Nadiem. Semua itu dihadapinya dengan senang.
Adakah hal lain yang berubah setelah kini populer?
Nadiem mengaku, cara berkomunikasi orang-orang dengannya berubah, yakni segan melontarkan kritik. "Saya justru meminta mereka memberikan tantangan kepada saya. Saya menggali kritikan dari mereka. Tolong kasih saya kritik," ujar Nadiem.
Pendiri dan CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, mengaku sebagai orang yang tertutup dan tak pandai berbicara di depan umum. Namun, ia berusaha belajar tampil dan berbicara di depan umum.
Sebagai wirausaha di bidang teknologi, ia berani gagal, menerima proses belajar, dan konsisten mewujudkan mimpi.
"Dunia mengenal teori pemikiran berkembang. Saya percaya, ketika seseorang berusaha, terus menjalani proses belajar secara tekun dan tidak takut gagal, maka dia akan sukses," kata William.
Namun, William memastikan, ketenaran tidak lantas membuatnya berubah menjadi "orang lain".
William berpegang, kehidupan manusia seperti bermain lempar bola di sirkus, yang biasanya memerlukan lima bola. Lima bola itu menggambarkan kehidupannya. Bola pertama adalah bola pekerjaan, kedua keluarga, ketiga sahabat, keempat kesehatan, dan kelima integritas. Semuanya terbuat dari kaca yang jika tidak berhati-hati seluruh bola akan pecah.
Sebagai CEO Tokopedia, dia mempekerjakan langsung 2.650 orang. Selain itu, ada empat juta penjual yang sebagian menggantungkan nasib ekonominya di Tokopedia. Oleh karena itu, tak ada kata lain bagi William, selain mempertahankan performa kinerja perusahaannya agar selalu cemerlang.
Orang-orang terbaik
Sementara, pendiri dan CEO Bukalapak, Achmad Zaky mengaku, tidak pernah menyangka perusahaan yang dirintisnya 8 tahun lalu, kini memiliki sekitar 2.000-an karyawan. Padahal, ia tak berpengalaman mengelola perusahaan sebesar itu.
Konsekuensi dari jumlah karyawan sebanyak itu, Zaky dituntut menciptakan struktur manajemen organisasi yang kokoh. Yang tak kalah penting, struktur manajemen organisasi itu mesti diisi orang-orang terbaik. Tujuannya, tentu saja, membawa Bukalapak ke arah yang lebih baik.
Namun, selalu ada cara untuk menghadapi hal-hal yang semula tak terbayangkan itu. Zaky mengibaratkan organisasi perusahaannya seperti tim sepak bola. Sebagai pemimpin, ia berperan sebagai pelatih yang harus berani mengembangkan komposisi anggota terbaiknya agar tim bisa bermain secara solid dan berkelanjutan.
Kendati sudah populer, Zaky menegaskan, tak ada yang berbeda dengan kegemarannya.
"Saya masih suka dan sering makan pecel lele," katanya, sambil tergelak.
Perihal kehadiran sejumlah investor di Bukalapak, bagi Zaky, menimbulkan dilema tersendiri. Di satu sisi, investor membawa tim Bukalapak ke sebuah interaksi kelas dunia. Dengan cara itu, tim Bukalapak memperoleh perspektif baru dalam mengelola perusahaan teknologi agar berujung sukses.
Di sisi lain, mau tak mau, Bukalapak harus memberikan saham kepada para penyuntik dana. Kendati tak bersedia menyebutkan nilainya, namun Zaky mengaku, dampaknya signifikan bagi perkembangan perusahaan.
Adapun pendiri dan CEO Traveloka, Ferry Unardi, melalui surat elektronik kepada Kompas, menyampaikan, ada tiga hal yang selalu ia jadikan pegangan dan diterapkan di perusahaan. Ketiga hal itu adalah lingkungan kerja yang menantang, terbuka terhadap segala pendapat, dan keleluasaan atau otonomi bagi tim untuk bekerja dan menyelesaikan masalah.
"Kami menduga, tidak semua perusahaan di luar sana memiliki nilai-nilai yang sama dengan kami. Itulah yang membuat kami berbeda, sehingga Traveloka dapat bertumbuh dengan cepat seperti sekarang ini," ujar Ferry.
Meski jalan untuk membesarkan Traveloka tak selalu mulus, namun Ferry meyakini, semua kerikil itu bisa dihadapi bersama anggota timnya.
Ketenaran tak selalu membuat silau dan membuat seseorang berhenti berinovasi. Ketenaran sebagai CEO usaha rintisan berlabel unicorn di Indonesia justru membuat mereka tak ingin berhenti berkarya bagi Indonesia. Mengisi hari-hari dengan lebih optimistis dan memberi manfaat bagi banyak orang.
(Mediana/Andreas Maryoto)