JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) masih memerlukan impor untuk proyek ketenagalistrikan. Impor itu terutama berupa mesin pembangkit tenaga listrik, khususnya berkapasitas di atas 10 megawatt.
Adapun barang modal infrastruktur, seperti tiang listrik dan kabel, sudah bisa dipenuhi di dalam negeri.
”Kita enggak keluar uang (devisa) untuk impor. Sebagai contoh, Mitsui punya proyek di sini (Indonesia), mereka dapat pinjamannya dari Bank Jepang. Pabriknya juga di Jepang (untuk perakitan mesin pembangkit). Kita tidak keluar uang karena biaya dari investor. Setelah barangnya jadi, baru kita bayar (jual beli tenaga listriknya),” kata Direktur Utama PLN Sofyan Basir, Senin (20/8/2018), di Jakarta.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto menambahkan, PLN masih meneliti barang-barang modal yang bisa diproduksi di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, permintaan untuk mengurangi impor barang modal dan menunda proyek ketenagalistrikan yang belum memasuki tahap pemenuhan keuangan akan berdampak terhadap proyek ketenagalistrikan secara keseluruhan. Menurut dia, untuk proyek yang sudah berjalan, perlu negosiasi ulang antara investor dan PLN perihal kebijakan pengurangan impor barang modal.
”Untuk mesin pembangkit, yang jelas masih impor adalah mesin boiler dan gas turbin. Sebagian komponen suku cadangnya juga harus diimpor karena mengikuti teknologi asal negara yang memproduksinya,” ujar Fabby.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, per Juni 2018, pada proyek 35.000 MW, sebesar 2.278 MW sudah beroperasi, 16.523 MW sedang dalam tahap konstruksi, serta sisanya dalam tahap perencanaan, pengadaan, dan penandatanganan kontrak jual beli tenaga listrik.
Dalam upaya meningkatkan tingkat komponen dalam negeri, PLN, melalui anak usahanya, PT Prima Layanan Nasional Enjiniring, membentuk usaha patungan dengan CG International Holdings Singapore Pte Ltd, yakni PT Crompton Prima Switchgear Indonesia. Pabriknya di Kawasan Industri Modern Cikande, Banten, memproduksi switchgear atau peralatan listrik yang dapat memutuskan atau menghubungkan rangkaian listrik dalam keadaan normal dan tidak normal untuk keandalan sistem daya listrik.
”Investasi ini menyasar pasar dalam negeri dengan nilai Rp 2,8 triliun per tahun,” kata Direktur Teknik Lingkungan dan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Munir Ahmad. (APO/E17)