Mengendalikan Kecanduan Gawai
Kecanduan menggunakan gawai telah merebak dan menjadi masalah terkait dengan kesehatan jiwa. Seseorang menggunakan gawai, seperti mengecek media sosial terlalu sering. Sejumlah penelitian telah memperlihatkan ada potensi masalah terkait dengan penggunaan gawai yang terlalu sering.
Apa yang bisa dilakukan oleh industri digital untuk menangani masalah ini?
Riset yang dilakukan Hong Kong University menyebutkan bahwa 75 persen anak di wilayah itu memakai gawai lebih dari dua jam dalam sehari. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan di China dan Amerika Serikat. Laporan dari lembaga Ofcom menyebutkan, orang Inggris mengecek gawai mereka setiap 12 menit. Sebanyak 64 persen orang dewasa di negara itu mengatakan, koneksi internet merupakan hal yang penting dalam kehidupan mereka.
Sebuah studi oleh psikolog juga menyebutkan, sebanyak 56 persen pengguna berat gawai mengatakan, mereka tidak bahagia. Adapun 27 persen mengatakan mereka mengalami depresi. Sebuah berita kecil beberapa waktu lalu di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, menyebutkan, dua remaja diduga mengalami kecanduan gawai akut hingga kemungkinan mengalami ganguan jiwa. Dua remaja itu diantar orang tua mereka ke klinik kesehatan jiwa di sebuah rumah sakit.
Situasi yang meresahkan ini mulai direspons perusahaan teknologi. Pekan ini Google mengumumkan, Android versi terbaru bisa digunakan untuk membantu pengguna melawan kecanduan gawai. Dalam sebuah konferensi pengembang, mereka menyebutkan, salah satu fungsi di dalam versi terbaru Android yang kemudian disebut Android P terdapat fungsi yang memungkinkan pengguna untuk menyadari aplikasi mana yang paling banyak digunakan dan bagaimana mereka bisa membangun kebugaran digital.
Ada empat fungsi yang terkait dengan pengendalian kecanduan gawai yaitu, App Dashboard (Dasbor App), App Timer (pengendali waktu App), Do Not Disturb Mode (fasilitas yang menandakan keadaan tidak boleh diganggu), dan Wind Down (fasilitas untuk menghilangkan godaan menggunakan media sosial pada saat malam hari atau menjelang tidur). Dengan berbagai fasilitas itu, pemakai diajak untuk mengendalikan diri dan mengurangi penggunaan gawai. Pengguna bisa membatasi waktu mereka dalam menggunakan gawai.
Beberapa bulan lalu, mantan karyawan Facebook dan Google juga bekerja sama dan berusaha agar konsumen tidak mengalami kecanduan gawai dan termanipulasi oleh keberadaan gawai. Mereka telah mengampanyekan tentang bahaya dan dampak kesehatan jiwa bagi anak-anak yang terlalu sering menggunakan gawai. Mereka melobi pengambil kebijakan agar mencegah perusahaan teknologi menggunakan cara-cara manipulatif serta membuat standar etis dalam mendesain produk agar bisa menekan kecanduan gawai.
Mereka yang tergabung dalam Center for Humane Technology mengatakan, perusahaan teknologi selalu mengembangkan kegiatan yang pengalaman secara masif bagi pada pengguna, terutama anak-anak. Namun, pada saat ini aktivitas itu tidak dapat diukur pertanggungjawabannya secara etis.
Padahal, pengembangan yang dilakukan itu memungkinkan seseorang terkena dampak sosial, emosional, dan masalah koginitif. Mereka juga mendorong agar para orang tua mulai memikirkan cara-cara agar perusahaan teknologi memperbaiki aktivtas mereka dalam mengembangkan produk-produknya.
Meski demikian, berbagai fasilitas dan upaya itu tidak otomatis bisa mengendalikan kita dalam menggunakan gawai. Beberapa ahli menyebutkan, fasilitas itu hanya membuat pengguna kurang tertarik menggunakan gawai.
Cara yang terbaik untuk mengendalikan penggunaan gawai adalah mematikan gawai ketika tidak diperlukan. Yang tak kalah penting, hidup normal alias tanpa masalah jika tidak ada gawai di samping kita. Kita perlu mencoba dan sesering mungkin berada jauh dari gawai agar kita tidak kecanduan menggunakan gawai. (ANDREAS MARYOTO)